Nanggroe.net, Jakarta | House of Representatives (HOR) atau DPR Amerika Serikat telah meloloskan rancangan Undang-undang (RUU) yang subtansinya membela hak-hak etnis muslim Uighur.
RUU itu telah diteruskan ke meja Presiden Donald Trump, untuk selanjutnya ditandatangani menjadi undang-undang (UU) atau diveto.
Diketahui bahwa RUU tersebut mengatur terhadap penjatuhan sanksi bagi para pejabat tinggi China yang dianggap bertanggung jawab atas penindasan etnis minoritas muslim Uighur, yang banyak tinggal di wilayah Xinjiang.
Dilansir dari Reuters, Sabtu (30/5) bahwa voting DPR AS yang digelar pada Rabu 26 Mei 2020 waktu setempat, memperlihatkan bahwa 413 anggota mendukung dan hanya satu anggota saha menolak RUU tersebut.
Meskipun para politikus Republikan satu partai dengan Presiden Trump, di kongres diperkirakan Trump akan menandatangani RUU tersebut menjadi undang-undang.
Sementara pihak Gedung Putih belum memberikan indikasi bahwa presiden Trump akan melakukan demikian. Para penasihat dan ajudan Presiden Trump belum memberikan komentar terhadap hal itu.
RUU tersebut menyerukan penjatuhan sanksi terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penindasan terhadap muslim Uighur dan kelompok muslim lainnya yang ada di wilayah Xinjiang.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), beberapa waktu lalu memperkirakan bahwa lebih dari 1 juta warga muslim Uighur ditahan di kamp-kamp di Xianjiang.
RUU tersebut juga menyinggung secara khusus soal Sekretaris Partai Komunis untuk Xinjiang, Chen Quanguo, yang merupakan anggota politburo yang berpengaruh di China. Menurut RUU tersebut, Chen bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat terhadap muslim Uighur.
“Kongres mengirimkan pesan yang jelas bahwa pemerintah China tidak bisa bertindak dengan impunitasnya”, ujar senator Republikan, Marco Rubio, yang kuat mendorong RUU ini di Kongres AS.
Sementara itu otoritas pemerintah China menyangkal adanya penganiayaan dan juga menegaskan bahwa kamp-kamp di provinsi Xianjiang memberikan pelatihan kejuruan.
Komentar