Potensi SDM Millenial Bagi Pembangunan Desa

Penulis                                             : Muhammad Aqsha Syahputra

Asal Universitas                             : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Dosen Pembimbing Lapangan    : Asrul Fahmi, M.A.P

Nanggroe.net, Lhokseumawe | Desa, atau udik, menurut definisi “universal”, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit permukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau Banjar (Bali) atau jorong (Sumatra Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatra Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Desa juga terkadang dapat menjadi destinasi wisata tersendiri jika mampu dimaksimalkan kekayaan alam yang melimpah yang ada didesa tersebut walau demikian tetap dengan adanya izin dengan aparatur desa setempat serta disetujui juga oleh masyarakat dan penduduk sekitar. Namun hanya saja terkadang dari dulu hingga saat ini kurangnya potensi SDM yang tidak memadai yang dimana mereka berpikir apa saja yang akan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas mereka baik dari sektor wisata dan kuliner, serta kurangnya ajakan yang formal dari pemerintah desa setempat. Walau terkadang di desa tersebut dapat dikatakan tidak adanya lahan kosong semisal ataupun kekayaan alam yang dimiliki, tapi dengan adanya ide-ide dari para-para millenial pasti akan tercipta hal-hal unik yang dimana akan membangun kreatifitas baik dari segi wisata, kuliner, dan usaha yang produktif yang akan juga membangun pendapatan Desa atau Gampong.

Millenial atau dapat dikatakan seseorang dengan rentang waktu kelahiran 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Yang dimana ini sudah diteliti oleh peneliti-peneliti terkait. Millenial juga sering dikait-kaitkan dengan ide-ide cemerlang dan gagasan-gagasan yang baru yang dimana mereka dengan umurnya yang produktif, mampu berpikir secara lugas serta wawasan yang luas.

Baca Juga :

Seruan Aksi Didelik UU ITE, Polresta Ambon Dinilai Kangkangi Edaran Kapolri

Salah satunya pasti bisa saja mereka memikirkan bagaimana caranya membangun ekonomi kreatif kecil-kecilan yang dimana perlahan dapat dikenal oleh masyarakat luas. Hanya saja millenial-millenial ini pasti salah satunya kekurangan dana, nah disinilah peran millenial bagaimana mencari peluang, membicarakan ini dengan perangkat desa setempat pasti kedepan ada solusinya. Langkah selanjutnya ialah melihat-lihat peluang apa yang sedang tren sekarang baik dari sektor pariwisata serta ekonomi kreatif.

Di sektor pariwisata, dapat dimanfaatkan jika desa tersebut memiliki sungai dan pepohonan-pepohonan yang rindang yang dimana disitu dapat dibuat wisata dengan jembatan ditengah sungai tersebut serta pemandangan alam-nya dapat viewnya dengan melihat pepohonan rindang, serta dapat juga dibuat waduk yang melingkar yang dimana selain menambahkan keuangan dari sektor pendapatan gampong atau desa, juga bermanfaat baik bagi pembangkit listrik tenaga air disekitar perumahan warga tersebut.

Dari segi ekonomi kreatif millenial juga dapat melihat darimana peluang-peluang yang dimana dapat menghasilkan pendapatan baik bagi mereka maupun bagi desa setempat misalkan dengan berjualan minuman-minuman kekinian, serta makanan cepat saji yang harga terjangkau dan praktis dibawa kemanapun dan jika misalkan berjualan dengan gerobak, gerobak-gerobak tersebut dapat dibawa mangkal dan ada beberapa gerobak yang berkeliling berjualan (ngider).

Selain itu juga potensi SDM millenial ini dapat dilihat dari segi olahraga serta ilmu pengetahuan, yang dimana dapat sesekali diadakan turnamen apakah itu volly, sepakbola, basket, dan olahraga lain sebagainya untuk melihat potensi dan bakat yang ada pada millenial kutablang, dan jikapun ada pertandingan-pertandingan penting yang memang diminta perwakilan dari kutablang, kutablang pun nantinya sudah mempersiapkan tim-tim olahraga yang bagus dengan potensi-potensi milllenial yang berbakat dibidangnya.

Dibidang seni juga disetiap gammpong sangat disarankan adanya sanggar seni yang efektif dan aktif, yang dimana mampu mengembalikan cita rasa adat dan istiadat yang telah hilang, budaya-budaya Aceh haruslah tetap ada dizaman Globalisasi ini dan millenial lah yang memegang peranan penting akan hal itu. Adapun beberapa budaya dan tarian yang harus dilestarikan ialah, Tarian Saman Gayo, Tarian Ranup Lampuan, Tarian Seudati, Alat pukul Rapa’i, serta Tarian Rapa’i Geleng, dan lain sebagainya.

Serta dibidang ke-Agamaan diharapkan adanya Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ), yang dimana dapat mendidik para-para anak muda gampong untuk meningkatkan bacaan Al-Qur’an agar lebih berirama, lebih mantap tajwid nya. Dan dibidang keagamaan pula dapat diadakannya pengajian rutin yang dimana dapat membuat para millenial mendapatkan asupan-asupan ilmu agama nya di tengah era Globalisasi seperti yang sekarang ini, dengan membuat pengajian rutin dan ditentukan jadwalnya baik itu malam atau sore dan dengan mendatangkan Ustadz-ustadz tertentu.

Komentar