Nanggroe.net, Jakarta | Kebrutalan polisi yang menewaskan seorang pria kulit hitam George Floyd di Amerika Serikat (AS) pada hari Sabtu (30/5) memicu unjuk rasa diwarnai bentrokan. Para demonstran juga seperti mengabaikan peringatan dari Presiden Donald Trump.
Dilansir dari AFP, Selasa (2/5), Minneapolis, pusat dari kerusuhan bermula, menjadi sangat mencekam setelah 5 malam berturut-turut yang dilanda kekerasan.
Polisi AS anti huru-hara menembaki gas air mata ke para pendemo yang melampiaskan amarah mereka atas kematian seorang warga kulit hitam George Floyd dalam sebuah penangkapan.
Chicago, Los Angeles dan Atlanta memerintahkan wrganya untuk tinggal dirumah semalaman setelah banyak dari negara bagian memanggil tentara Garda Nasional untuk membantuk dalam mengendalikan kurusuhan sipil yang sudah lama belum terlihat di Amerika Serikat bertahun-tahun.
Dari daerah Seatle hingga ke New York, puluhan Demonstran turun kejalan menuntut tuntutan pembunuhan yang lebih keras dan penengkapan lebih banyak atas kematian George Floyd.
George Floyd tewas setelah pihak kepolisian dari Minneapolis, Darek Chauvin, menginjak leher George Floyd dengan lutut selama hampir sembilan menit.
Di negara bagian Los Angeles, petugas menembaki pelurut karet dan juga mengayunkan tongkat saat bentrokan dengan para demonstran yang membakar mobil polisi.
Polisi dan pengunjuk rasa bentrok di beberapa kota, termasuk Chicago dan New York. Petugas kepolisian membalas dengab menyemprotkan semprotan merica, sementara itu jendela toko di Philadelphia dihancurkan dan dijarah oleh para demonstran.
Presiden AS menyalahkan ekstremis kiri atas peristiwa kekerasan tersebut. Dia mengatakan bahwa bahwa perusuh tidak mengahargai kematian George.
“Kita tidak bisa dan tidak boleh membiarkan sekelompok kecil penjahat dan pengacau merusak kota kita dan membuang sampah ke komunitas orang kita”, ujar presiden Trump sambil melanjutkan, “pemerintah saya akan menghentikan kekerasan massa tersebut. Dan kami akan menghentikannya dengan dingin”. Tuturnya (*).
Komentar