Nanggroe.net, Jakarta | Warga China kini menghadapi gelombang sentimen anti-China yang meningkat ditengah merebaknya pandemi virus Corona. Gelombang sentimen anti-China yang dipimpin oleh Amerika Serikat berpotensi membuat kedua negara tersebut terlibat perang senjata.
Ini adalah pernyataan Kementerian Keamanan Negara kepada para pemimpin China, termasuk Presiden Xi-Jinping, yang dilaporkan oleh laporan internal China pada awal bulan lalu.
“Akibatnya Beijing mengahadapi sentimen anti-China yang dipimpin oleh Amerika Serikat setelah virus pandemi dan perlu dipersiapkan dalam skanario terburuk untuk konfrontasi bersenjata antara kedua kekuatan global”, tulis Reuters, mengutip sumber yang menolak untuk disebutkan identitasnya, hari selasa (5/5).
Menurut media tersebut, laporan itu disusun oleh Institut Hubungan Internasional Kontemporer China (CICIR). Ini adalah lembaga think tank berpengaruh, yang sampai pada tahun 1980 berada dalam Kementerian Keamanan Negara, untuk memberi saran kepada pemerintah tentang kebijakan luar negeri dan kemanananya.
Media yang berbasis di Inggris tersebut (Reuters) menegaskan bahwa mereka tidak dapat menentukan sampai sejauh mana penilaian laporan tersebut yang mencerminkan posisi yang dipegang oleh pemerintah dan pemimpin negara China. Termasuk hal yang akan memengaruhi kebijakan.
“Tetapi penyajian laporan itu menunjukkan betapa seriusnya pemerintah Beijing menghadapi ancaman serangan balik yang dapat mengancam terhadap apa yang dilihat oleh negara China sebagai investasi srategisnya di luar negeri dan pandangannya terhadap kemanannya”, tulis media Reuters tersebut.
Laporan tersebut juga memaparkan bahwa negara China percaya Amerika Serikat (AS) ingin menahan negaranya dari kebangkitan. Dimana China kini lebih asertif secara global seiring dengan pertumbuhan ekonomi negaranya.
“Makalah itu menyimpulkan bahwa Amerika Serikat memandang China adalah sebagai ancaman ekonomi dan keamanan nasional dan tantangan bagi demokrasi Barat”, kata sumber itu.
Laporan tersebut juga menyampaikan bahwa Whasington bermaksud ingin melemahkan Partai Komunis yang berkuasa dengan merusak kepercayaan publik. Sementara, Kementerian Luar Negeri China menolak berkomentar soal ini, hal yang sama juga dilakukan oleh CICIR.
Sementara itu, AS-China memang sendiri sudah tidak harmonis lagi sejak lama. Kedua negara ini kerap kali terlibat dalam perselisihan. Apalagi saat Amerika Serikat berada dalam kepemimpinan Presiden Dolald Trump, di tahun 2018 keduanya terlibat perang dagang berkepanjangan hingga menerapkan tarif senilai ratusan miliar dolar.
Mereka juga terlibat dalam perselisihan akibat Undang-undang Hak Asasi Manusi di Hong-Kong dan Taiwan. Keduanya juga saling terlibat cekcok di wilayah yang diperbutkan di laut China Selatan.
Terbaru, keduannya berselisih soal asal-usul virus Corona yang sudah menginfeksi 3,6 juta lebih di seluruh negara. Amerika Serikat mengatakan kecurigaannyan mengenai asal usul dari virus corona tersebut dengan menyebutkan wabah itu adalah buatan manusia dari sebuah laboratorium virologi di Wuhan, juga pekan lalu Presiden Trump mengatakan bahwa ia mempunya bukti terhadap asal usul virus pandemi tersebut.
“Ya, ya saya punya bukti”, ujar Trump pada pekan lalu ketika ditanya apakah dia mempunyai bukti bahwa virus pandemi tersebut berasal dari institut virologi Wuhan.
Menanggapi rumitnya hubungan AS-China, tidak hanya laporan internal China yang saja yang meyakini kedua negara tersebut bisa terlibat perang terbuka dimasa depan. Salah seorang ahli dari Turki, Mesut Hakki Casin, juga memiliki pandangan yang serupa.
Casin berpendapat bahwa perselisihan yang kian meningkat antar kedua negara tersebut bisa menjadi berubah menjadi perang terbuka yang panas. Bahkan dengan mempertimbangkan semua aspek yang dimiliki oleh kedua negara tersebut, termasuk kekuatan militer hingga pertahanan mereka. Profesor Hukum di Universital Yeditepe Istanbul tersebut mengatakan bahwa perang akan lebih besar dari Korea Utara dan Korea Selatan.
“Jadi perang Dunia ketiga dimulai antara kekuatan besar, dan duel pada abad ke 21 akan menajdi duel terakhir antara Washington dan Beijing, ujarnya memperkirakan kepada Anadolu Agency.
“Saya percaya konflik disini akan melampaui perang Korea Selatan dan Korea Utara”, Tegasnya.
Komentar