Aminullah Usman memang belum genap tiga tahun memimpin Banda Aceh, namun dari dua tahun pertama yang sudah terlewati tentunya Warga Kota sudah punya penilaian masing-masing atas kinerja dan capaian-capaian yang berhasil ditorehkan oleh Duo Amin-Zainal yang dalam pilkada lalu berhasil menyingkirkan illiza dari singgasana Ibu kota. Tentu ada pihak yang merasa puas sehingga ingin memberikan kesempatan lebih lama hingga dua periode kepada Bang Carlos panggilan lain sang wali kota, baik karena puas dengan capaiannya dalam membangun kota maupun karena didorong oleh keuntungan pribadi karena kedekatannya dengan rezim. Pun sebaliknya tidak bisa dipungkiri ada pihak yang merasa tidak puas sehingga terkesan tidak sabar menanti 2022 untuk menemukan pengganti yang lebih progresif untuk memimpin pembangunan Kota Banda Aceh yang merupakan ibu kota Provinsi.
Bagi pihak yang puas tentunya ada harapan besar agar Amin- Zainal bisa berlanjut hingga periode ke dua, hal ini tidak berlebihan mengingat sejauh ini Duo ini terlihat cukup padu, cukup kompak dalam memimpin kota, hampir tidak ada isu miring yang mengganggu ke duanya, hal ini berbeda dengan Kabupaten Aceh besar yang merupakan tetangga terdekat yang berapa waktu lalu mengalami goncangan hebat akibat ketidak kompakan yang terbaca jelas dari perlawanan yang dilakukan Waled Husaini yang disinyalir akibat terlalu mendominasi Mawardi Ali sebagai Bupati dalam pengambilan kebijakan maupun isu disharmonis lainnya.
Sementara bagi yang berharap lebih dari apa yang sudah dicapai oleh Aminullah Usman tentunya Pilkada 2022 adalah momentum yang sudah sangat dinanti. Ada berapa nama yang mulai muncul atau disuarakan baik di kedai kopi maupun di jagat medsos, misalnya ada nama Teuku Irwan Djohan yang memang dari pilkada lalu sangat diharapkan tampil, namun entah karena tidak siap atau karena kurang support dari Partainya atau ada alasan lain yang tidak terungkap ke permukaan. Namun yang pasti ia gagal bertarung kala itu, namun sepertinya kali ini kemungkinan Irwan Djohan bertarung cukup besar mengingat Sosok ini sudah semakin matang karena pengalamannya di DPRA dalam dua periode terakhir.
Selain itu juga ada nama DR.Saiful Mahdi yang secara tak terduga juga mulai muncul ke permukaan, SM demikian dia akrab menyebut dirinya memang bukan Politisi layaknya Irwan Djohan, tapi sosoknya yang terkenal begitu Peduli dengan perkembangan sosial di Aceh ditambah wawasannya sebagai seorang Intelektual plus pengalamannya sebagai peneliti di Icaios keterlibatannya dalam berbagai kegiatan The ACEH ISTITUTE yang merupakan tempat berkumpulnya para aktivis yang terkenal cukup aktif mengadvokasi, meneliti sekaligus mengkritisi perkembangan sosial di Aceh. Kemunculan sosok ini terbilang tak terduga mengingat ia merupakan seorang Akademisi yang sampai hari ini masih Aktif di Unsyiah, namun melihat perkembangan di Unsyiah yang terlihat kurang bisa memberikan ruang bagi sosok yang terkenal Kritis dan Vokal ini bukan tidak mungkin akhirnya memilih banting setir untuk mencari panggung baru untuk mengaktualisasikan segala wacana dan ide spektakulernya untuk merubah kondisi negeri yang terkenal dengan Serambi Mekkah.
Pun demikian terkait suksesi Pilkada tentunya butuh dukungan dari Partai yang akan mengusung, kecuali mau meilih jalur “TOL” nan berat yaitu jalur Independen. Melihat kekuatan Parlemen DPRK Banda Aceh berdasarkan Caleg terpilih di pileg 2019 Lalu yaitu PKS, PAN dan Demokrat masing-masing memperoleh 5 Kursi, Gerindra 4 Kursi, Golkar dan Nasdem 3 kursi, PPP dan PA 2 kursi, sedangkan PNA hanya meraih 1 kursi, saya mencoba memetakan kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul di Pilkada Banda Aceh 2022 nanti dengan syarat pengajuan calon minimal 15% Kursi Parlemen maka setiap calon yang diusung membutuhkan minimal 5 Kursi DPRK Banda Aceh. Dengan perolehan kursi seperti yang tertera di atas maka ada 3 Partai yang bisa mengusng calon sendiri tanpa harus berkoalisi yaitu PAN, PKS dan Demokrat dengan masing-masing dapat 5 Kursi.
Kemudian ada Gerindra 4 Kursi yang harus berkoalisi karena kekurangan 1 Kursi lagi, di urutan berikutnya ada Golkar dan NasDem dengan masing-masing 3 Kursi yang artinya juga wajib berkoalisi karena kekurangan 2 Kursi, kemudian ada PPP dan PA yang sama-sama mempunyai 2 Kursi tentunya kalau mau mengusung Calon juga wajib berkoalisi karena kekurangan 3 Kursi untuk memenuhi kuota minimal, sementara terakhir ada PNA yang hanya mampu mengumpulkan 2 Kursi.
Pertanyaannya dari siapa yang mau berkoalisi dengan siapa dan mau jagokan siapa?
Berikut Prediksi Saya berdasarkan potensi kekuatan yang ada di Parlemen serta ketokohan yang dimiliki oleh masing-masing Partai tersebut.
- PAN cukup potensial untuk mengusung kembali Duo Incumben mengingat hubungan mereka yang sangat Harmonis sejauh ini.
- PKS sebenarnya punya Tokoh sekelas Farid Nyak Umar tapi tidak cukup potensial untuk bersaing sendiri kalau tidak berkoalisi, lagi Pula Ketokohan Farid belum cukup kuat untuk menyaingi Aminullah Usman, artinya paling Potensial PKS tetap harus berkoalisi dengan menjagokan Farid sebagai Balon Wakil Wali Kota, kecuali mereka mau menurunkan kader yang lebih senior seperti Ghufran Zainal Abidin yang sudah punya jam terbang cukup tinggi untuk dijagokan sebagai Balon Walikota baik itu diduetkan dengan Farid sesama PKS atau bisa opsi lain dengan Menggandeng Kader Partai lain yang tidak cukup kursi untuk maju sendiri.
- Demokrat, Sebagai mantan Penguasa Kota Banda Aceh sebenarnya demokrat dari Pilkada yang lalu juga sangat potensial cuma mereka kekurangan Tokoh untuk bisa menyaingi Aminullah Usman sama illiza kala itu, ada tokoh sekaliber Arif Fadillah mantan ketua DPRK atau Yudi Kurnia juga mantan ketua DPRK tapi untuk memaksakan maju sendiri terasa juga cukup berat kecuali mereka menggandeng kader Partai lain untuk melengkapi kekuatan dan ketokohan Kader mereka misalnya dengan mengusul Arif Fadillah berduet dengan Sabri Badruddin dari Golkar (5K +3 K) Duet ini cukup potensial mengingat keduanya Cukup berpengalaman di DPRK Banda Aceh.
- Golkar Secara ketokohan sebenarnya Golkar kali ini belum punya tokoh yang mampu menyaingi Aminullah Usman, paling potensial ya mereka mengusung Sabri Badruddin sebagai Calwalkot untuk diduetkan dengan Kader Partai lain, atau mau tetap main Aman dengan tetap mengusung Aminullah – Zainal dengan tetap berkoalisi dengan PAN seperti Pilkada lalu, kecuali mereka mau menurunkan Kader senior sekelas Sulaiman Abda yang sedang nganggur itupun sepertinya terasa sulit mengajak Sulaiman Abda untuk turun level ke kelas Walikota, karena sulaiman Abda Sendiri sebenarnya Cukup Potensial untuk mendampingi Nova Iriansyah di Pilkada Aceh dengan koalisi Demokrat, Golkar Plus NasDem, PDIP di DPRA
- NasDem, mereka memang hanya punya 3 Kursi dan tidak mungkin maju sendiri tapi mereka punya tokoh yang cukup potensial pada diri Irwan Djohan yang memang sudah cukup populer dan cukup berpengalaman dengan 2 periode di DPRA, sayangnya mereka tidak bisa maju sendiri jadi Pencalonan Irwan Djohan sangat tergantung pada lobby dalam membentuk koalisi, bisa saja dengan mengajak Partai lain yang perolehan kursinya lebih sedikit seperti PPP dan PA misalnya dengan menduetkan Irwan Djohan dengan Hendra Budiansyah Koalisi NASDEM 3 Kursi plus PA 2 Kursi, atau pilihan lain dengan mengusung Irwan Djohan dengan Ilmiza (adiknya Iliza) dari PPP artinya untuk bisa memenuhi kuota pencalonan minimal yaitu 5 Kursi Irwan Djohan punya banyak pilihan tinggal menghitung plus minus pasangan koalisinya.
- Terakhir PNA Partai yang di komandoi oleh Samsul Bahri (Tiyong) ini hanya memiliki satu kursi DPRK, tapi mereka punya Tokoh Cukup potensial dan populer yaitu Darwati A Gani yang merupakan istri Mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk dijagokan sebagai Bakal Calon walikota jika memang ada Partai yang punya Kursi lebih besar yang berniat menggandengnya, bahkan Jika NasDem, PA, PPP dan PNA mau berkoalisi dalam satu paket maka Duet Teuku Irwan Djohan dengan Darwati A. Gani akan menjadi kekuatan yang cukup menakutkan bagi Paslon lain yang berniat bertarung di PILKADA BANDA ACEH 2022 kelak, nilai plus lainnya dari koalisi Partai kecil ini adalah akan sama-sama punya bargaining yang sama karena sama-sama punya modal yang hampir sama, hal ini tidak akan didapat jika PPP, PA atau PNA bergabung ke koalisi lain karena otomatis mereka hanya dianggap pelengkap karena kursi mereka yang kalah jauh dari perolehan Partai lain semisal PKS, PAN, DEMOKRAT atau GERINDRA.
Lhah, pilkada memang masih lama, tapi tidak ada salahnya untuk sekedar membaca peta kasar yang ada di Parlemen (DPRK BANDA ACEH) Tentunya semua prediksi tadi tidak ada gunanya sama sekali jika Pemilik (kekuasaan) di Partai tidak menginginkan itu.
Oleh : Rola Zein – Aktivis FRONTAL Banda Aceh
Komentar