Indonesia, Irak, dan Australia Jajaki Kerja Sama Pendidikan untuk Kaum Santri

JAKARTA | Indonesia dan Irak sedang menjajaki kerja sama penguatan pendidikan bagi kaum santri. Hal itu dibicarakan dalam diskusi meja bundar yang dibahas pada sela perhelatan akbar Konferensi Internasional tentang Agama, Perdamaian, dan Peradaban yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia bekerja sama dengan Liga Muslim Dunia di Jakarta.

Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari yaitu 21-23 Mei 2023. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur, serta ulama luar negeri, termasuk dari ulama Irak dan Australia.

“Indonesia memiliki 40.000 pondok pesantren, 148 di antaranya adalah Ma’had Aly yang fokus khusus dalam kajian keislaman. Mahasiswa dari Irak sangat dimungkinkan untuk nyantri di lembaga-lembaga kami ini,” jelas Waryono di Jakarta, seperti yang dilansir laman resmi Kemenag RI, Jum’at (26/5/23).

Para ulama Irak menyambut baik gagasan tersebut. Mereka mengatakan bahwa “dan sangat baik bagi pelajar-pelajar dari Indonesia untuk dapat belajar di Irak.”

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Syekh Salim, ulama Australia bahwasannya Darul Fatwa memiliki beberapa hektar lahan dan mahasiswa-mahasiswa dari Indonesia dapat mampir dan menginap di sana.

Hadir juga dalam diskusi tersebut, antara lain KH. Sholahudin Al-Hadi (Katib Syuriyah PCNU Kab. Bekasi), Dr. Andi Hadiyanto (Dosen Universitas Negeri Jakarta), KH. Ali Sobirin El-Muannatsy (Pengasuh Pondok Pesantren Nihadlul Qulub Moga, Pemalang, Jawa Tengah), dan Ustadz Hasan Bashori dari Pojok Gus Dur.

Semantara rombongan dari luar negeri yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain Prof. Dr. Hazim Thorisy Hatim, Universitas Imam Kazhim; Syekh Sattar Jabar Hilo Al-Zahrany, Komunitas Sabean Dunia; Syekh Dr. Nihad Khalil Naji Al-Any, Direktur Lembaga Bimbingan Masyarakat Islam.

Dr. Abdul Kareem Naser Mahmood Al-Ismail, Majma’ Fiqh; Syekh Sayid Ehsan Assayid Sholeh al-Hakim, Lembaga Dialog dan Perdamaian Imam Husein; dan Syekh Dr. Hameed Al Khafaji, Institute for Peace and Peace Building dari Irak, serta Syekh Prof. Dr. Salim Alwan Al-Husayni, Ketua Umum Darul Fatwa Australia.

Konferensi ini juga melahirkan Deklarasi Jakarta dengan tiga poin penting sebagai berikut:

  1. Agama adalah sumber ajaran transformasional sebagai pedoman bagi penganutnya untuk hidup damai, harmoni, dan menjadi inspirasi dalam membangun peradaban. Karena mengajarkan nilai-nilai universal seperti hak dan kewajiban asasi manusia, toleransi, kesetaraan, dan persaudaraan kemanusiaan
  2. Perbedaan adalah keniscayaan. Pemerintah dan kekuatan civil society harus berupaya menjaga, menghormati, dan melindunginya, serta mendorong menjadi kekuatan bersama dalam membangun kemajuan peradaban. Untuk itu, kerukunan antar umat beragama harus terus dilakukan
  3. Diperlukan langkah konkret secara bersama memperkokoh aliansi global dalam ikut serta menyelesaikan berbagai konflik melalui dialog agar dapat menciptakan keamanan, perdamaian, dan dapat bersama-sama membangun peradaban.

Komentar