LHOKSEUMAWE, NANGGROE.MEDIA | Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada peringkat 75 dari 81 negara.
Temuan ini mengindikasikan masih rendahnya kompetensi matematika nasional serta tingginya tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran tersebut (mathematics anxiety).
Salah satu faktor yang disebut memengaruhi kecemasan matematika adalah perbedaan gender. Artikel ilmiah berjudul “Pengaruh Kecemasan Matematika dan Gender terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas 8 Sekolah Menengah Pertama” yang dipublikasikan pada 2023 menjelaskan bahwa perbedaan struktur fisik dan biologis otak antara laki-laki dan perempuan berdampak pada variasi cara berpikir, perilaku, dan pemrosesan kognitif.
Perbedaan tersebut kemudian memengaruhi bagaimana masing-masing gender memahami matematika dan merespons kecemasan belajar.
Menindaklanjuti hal ini, mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe melakukan wawancara terhadap empat siswa SMA sederajat di Kota Lhokseumawe dua siswa laki-laki dan dua siswi perempuan melalui pesan WhatsApp pada Senin, 24 November 2025. Wawancara tersebut bertujuan menggali faktor penyebab kecemasan matematika pada siswa laki-laki dan perempuan.
Salah satu siswi, Rafiqa, mengungkapkan bahwa ia sering merasa cemas ketika pembelajaran berlangsung, terutama jika guru menerapkan sistem belajar yang terburu-buru dan berorientasi nilai. Ia mengaku khawatir kemampuannya menurun terhadap materi yang sedang dipelajari.
Siswi lainnya, Tazkia, menyampaikan bahwa matematika lebih mudah dipahami jika dipelajari dengan santai. Namun demikian, ia kerap takut tidak fokus, termasuk khawatir jawaban yang diberikan saat menyelesaikan soal tidak tepat.
Dari sisi siswa laki-laki, Hafizh mengaku cukup sering mengalami kecemasan, terutama saat guru menyampaikan materi yang rumit. Untuk mengatasi hal tersebut, ia biasanya meminta penjelasan ulang kepada teman sebangkunya agar dapat memahami materi dengan lebih baik.
Berbeda dengan Hafizh, siswa lainnya, Alhaitami, menyatakan bahwa dirinya justru tidak terlalu cemas. Ia mengakui kemampuan matematikanya tidak terlalu kuat sehingga tidak merasa terbebani, kecuali ketika diminta menjawab soal di papan tulis. Ia juga mengaku kesulitan dalam menghafal rumus.
Meskipun tingkat kecemasan dan penyebabnya berbeda-beda, seluruh responden tetap berupaya mencari solusi agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Upaya tersebut antara lain bertanya kepada guru, meminta bimbingan teman, berlatih soal, menjaga ketenangan, meningkatkan kepercayaan diri, mengubah pola pikir, serta berdoa kepada Allah Swt.
Penulis: Alya Nadila


Komentar