Kasus Nenek Minah Pembuka Penerapan Restorative Justice Di Indonesia

NANGGROE.MEDIA | Beberapa tahun silam di Indonesia tepatnya pada tahun 2009 telah terjadi kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang nenek bernama Minah berusia 65 tahun. Nenek tersebut dituduh mencuri 3 butir buah Kakao, yang di petiknya di kebun milik PT. Rumpun Sari Antam.

Nenek Minah didakwa dengan Pasal 362 Kuhp atas pencurian terhadap buah kakao seberat 3 Kilogram, dengan perhitungan harga sebesar Rp 2.000 per Kg.

Dakwaan itu telah tertuang dalam putusan No.247/PID.B/2009/PN.Pwt. Pada putusan itu, menjadi referensi Jaksa Agung ataupun Kapolri menggaungkan penerapan Restorative Justice dalam berbagai kasus.

Lebih lanjutnya, atas perbuatan nenek Minah tersebut, Majelis Hakim PN Purwokerto memvonis Minah bersalah atas perbuatannya dan Hakim menjatuhi hukuman 1 Bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan.

Kasus ini sempat menjadi kontroversi dan perbincangan publik.

Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (FH UNPAD) Dr. Nela Sumika Putri, menilai hal yang dilakukan oleh penegak hukum tidaklah salah, karena pada hakekatnya mereka menjalankan sesuai norma dimana perbuatan nenek Minah terlepas dari angka berjumlah sedikit tetapi mengambil milik orang lain.

Meski demikian, Dr Nela mengingatkan hukum tidak serta merta berfungsi hanya untuk menghukum seseorang.

Dalam hal itu, penting untuk menimbang layak atau tidaknya seseorang dijatuhi hukuman dengan mempelajari latar belakang dan posisi kasusnya.

Sebab, membahas hukum pidana perlu mempelajari motif sebelum timbulnya sebuah kesengajaan.

Kasus nenek Minah, sampai saat ini bagai Lanmark Case untuk penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) yang sebagaimana selama ini digaungkan oleh Jaksa Agung RI hingga Kepala Kepolisian RI, dalam berbagai kesempatan.

Oleh :
Bardyan ir, SH
(Alumni Kekhususan Pidana)

Komentar