“Pembantaian Masyarakat Arakundo dalam Refleksi Milad GAM yang ke 44,” Oleh Zean Rindu Alifa Mahasiswa Hukum Unimal

Nanggroe.net, Aceh Timur | Saya Zean Rindu Alifa Mahasiswa Fakultas Hukum 2018 yang saat ini sedang melaksanakan kegiatan Magang di Kontras Aceh beberapa waktu yang lalu saya  melakukan Investigasi lapangan terkait kejadian Pelanggaran HAM berat masa lalu di Arakundo Aceh timur dalam Penelusuran tersebut, Zean berjumpa dengan salah satu masyarakat di Arakundo yang merasakan langsung luka masa lalu tersebut, namanya Zarkasyi, dalam penelusuran tersebut Zarkasyi menceritakan kepada Zean ketika kejadian tersebut Zarkasyi  baru  berusia 13 tahun. Masih jelas terekam di kepalanya tentang apa yang dilakukan oleh aparat kepada warga sipil Idi cut, Aceh timur.

Tragedi idi cut atau lebih dikenal dengan tragedi arakundo hanya sekelumit kisah duka, dari dugaan banyaknya kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas.

 “itu pemandangan yang sulit dilupakan, tetapi juga sulit untuk diceritakan,”. Kenangnya.

21 tahun sudah berlalu. Dan Aceh kini sudah berdamai, namun horror masa lalu masih begitu membekas di ingatannya.

“kami disiksa habis-habisan , korban yang sudah tewas kemudian dimasukan dalam karung”. Ujarnya lagi sambil menarik nafas dalam – dalam.

Hari itu adalah Selasa , 2 Februari 1999 di Desa Matang Ulim,  depan Markas Komandan Rayon Militer (koramil) dan Kantor Polisi Sektor (polsek) setempat. Pemuda gampong Idi Cut tengah bergotong royong untuk menyiapkan pentas kegiatan deklarasi GAM atau Gerakan Aceh Merdeka yang di Pimpin oleh Tgk Dahlan alias Abu Panton.

Kegiatan semacam ini sudah 4 kali di selenggarakan di berbagai desa yang ada di Aceh timur. Dengan tujuan memberitahu kepada masyarakat  tentang perjuangan Gerakan Aceh merdeka (GAM).

Di tengah kesibukan mempersiapkan pentas acara, masyarakat di kagetkan dengan kedatangan sejumlah tentara yang  langsung  mengobrak abrik pentas dan dengan sengaja  menganiaya 7 orang panitia di tempat, dari menggunakan anggota tubuh sampai menggunakan senjata laras panjang khas milik aparat.

Meski di serobot, pentas kegiatan tetap berjalan. Bahkan semakin meriah dengan dihadiri 1000 peserta yang berasal dari berbagai daerah. Tak ada yang menyangka, hari itu akan menjadi tanggal hitam bersejarah bagi masyarakat Idi Cut  Aceh Timur.

Penulis laporan Investigasi : Zean Rindu Alifa ( Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas malikussaleh).

Selesai acara, Zarkasyi dan adiknya Usman pulang mengendarai sepeda, sedangkan massa lainnya nebeng dimobil bak terbuka. Mereka pulang melewati jalanan yang gelap gulita pada saat itu. setibanya di simpang kuala,  tiba-tiba mereka diserang dari arah Komando Rayon Militer (Koramil) Idi Rayeuk.

“kalian yang bunuh kawan kami, sekarang kalian rasakan balasannya”. Teriak para aparat berbaju loreng sambil menembakkan peluru ke udara. Tentara kemudian menghadang paksa semua kendaraan yang sedang melintas. dan lagi-lagi senjata mereka memuntahkan timah panas. kali ini kearah massa.

Mendengar suara tembakkan,masa kocar kacir, zarksyi dan Usman panik, mereka masuk ke dalam selokan pinggir jalan untuk menyelamatkan diri. Tetapi naas. Seorang tentara tanpa ampun  menghajar zarkasyi dan usman hingga babak belur. Zarkasyi ditarik paksa ,sedangkan usman dibiarkan mengerang kesakitan  didalam selokan itu.

Setelah dikeluarkan dari selokan, kepala zarkasyi ditendang  oleh tentara dengan sepatu boots nya yang tebal nan keras.tendangan juga mendarat di bagian dada hingga mengakibatkan tulang rusuknya patah. Darah segar mengalir dari hidung dan mulutnya. Ia merintih kesakitan,  sia-sia. Aparat lain sudah bersiap untuk mencampakkan tubuh remuk zarkasyi ke dalam truk bermuatan besar.

Hati usman panas, darahnya mendidih, menyaksikan abang kandungnya di persekusi layaknya binatang. Tapi apa daya, Ia hanya bisa momohon perlindungan dari Tuhan, sambil menahan sakit akibat  pukulan yang ditinggalkan oleh aparat.

Di dalam truk ,zarkasyi terkulai lemah tak berdaya. ada 58 orang laki-laki yang bernasib sama dengannya. Ia melihat  7 korban tewas akibat penembakkan yang sekujur tubuh mereka dihiasi lilitan kawat besi sebelum akhirnya di masukkan ke dalam goni yang bertuliskan nama pelaku , seperti “Sertu Iskandar”.

Ya, Para aparat yang melakukan penembakkan dan persekusi terhadap masyarakat sipil Idi cut berpangkat Sersan Satu . Dan berasal dari kesatuan Batalyon Linud 100 koramil Idi cut. Miris, aparatur Negara yang seharusnya menjadi pelindung bagi masyarakat  justru malah melakukan tindakan keji yang tidak manusiawi.

Truk pasukan tentara bergerak menuju jembatan Arakundo yang letaknya tidak jauh dari lokasi penembakkan, yaitu di desa Idi cut Kabupaten Aceh Timur. Sesampainya disana, seorang tentara langsung  melemparkan 7 jasad korban yang sudah dibungkus karung goni. Sedangkan tentara  lainnya tengah sibuk membersihkan ceceran darah korban menggunakan timbunan pasir milik warga sekitar, untuk menghilangkan barang bukti.

Menyaksikan kejadian itu, zarkarsyi pasrah. Ia berharap nasibnya tidak seburuk mereka, benar saja, zarkasyi dan 58 korban yang masih bernyawa  lainnya tidak ikut di lempar ke sungai melainkan  di bawa ke polres langsa untuk ditahan dan disiksa.

Keesokan harinya, tangal 3 Februari 1999 . Masyarakat sipil Idi Cut mulai membanjiri sungai Arakundo. Isak tangis dan suara takbir mengiringi proses pencarian korban penembakkan.

Proses pencarian korban memakan waktu yang lama, karna kurangnya fasilitas dan derasnya arus sungai arakundo. Setelah lama mencari akhirnya mereka menemukan 6 karung goni yang berisi jasad korban. Salah satunya adalah Irwansyah bin Usman (22 tahun) warga gampong kapai baro, Aceh Timur.

Istri Irwan meratapi kepergiaan suaminya. Air matanya mengalir deras, Ia tak percaya akan kehilangan orang terkasih dengan cara yang tak terduga. Dengan gemetar , tangannya meraih goni pembungkus jasad suaminya, untuk disimpan. sebagai bukti kekejaman Tentara Indonesia pada saat itu.

Akibat tragedi berdarah itu, 7 orang warga sipil tewas, ratusan lainnya luka-luka,  13 orang dilaporkan  hilang dan tidak pernah kembali sampai detik ini. Insiden ini terjadi atas dasar balas dendam pasca mengilangnya sejumlah anggota tentara pada 29 desember 1998 usai sweeping dari sejumlah pria bersenjata di lokasi yang tidak jauh dari Idi cut. Hal ini terbukti dari maki-makian tentara pada saat membantai massa.

Tragedi idi cut atau lebih dikenal dengan tragedi arakundo hanya sekelumit kisah duka, dari dugaan banyaknya kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas.

kondisi sebagian masyarakat masih trauma, di tambah ekonomi yang memprihatinkan dan kurangnya perhatian dari pemerintah.

Bahkan Hingga saat ini, tidak ada tugu atau penanda apapun mengenai jembatan bersejarah itu. Sebagian orang yang lalu lalang tidak pernah tahu jika di jembatan tersebut pernah terjadi tragedi kemanusiaan. Hanya korban dan masyarakat Idi Cut lah yang akan terus mengenang peristiwa itu.

Laporan Investigasi di tulis oleh :

Zean Rindu Alifa

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Peserta magang di KontraS Aceh

Komentar