Selama Partai Politik Sentralistik, Jangan Berharap Desentralisasi Daerah

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Nanggroe.net, Lhokseumawe |Selama ini kita semakin merasa tergerus dalam otonomi daerah, apalagi otonomi khusus sebagaimana Aceh dan Papua, mungkin saja Yogyakarta yang berstatus daerah istimewa.

Bahkan kita melihat bagaimana hubungan pemerintah pusat dengan kondisi sosial di Aceh. Setiap kebijakan pemerintah pusat diluar program pemberdayaan ekonomi sebagaimana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan formulasi bantuan lain untuk rakyat sudah pasti mendapat tanggapan miring dari rakyat yang dapat kita baca melalui media sosialnya.

Apalagi kebijakan publik yang berkaitan dengan politik, tentu bersentuhan dan bahkan menafikan keberadaan masyarakat daerah yang hidup di daerah berstatus khusus atau istimewa.

Kenapa? Karena peraturan yang dilahirkan untuk memperkuat kekuasaan dalm negara kesatuan cenderung bersifat sentralisme. Kekuasaan pusat yang diserahkan oleh daerah kepada pemerintahan pusat dalam hal ini kekuasaan presiden secara riil bersifat sentralistik. Apalagi sistem kekuasaan pusat yang menganut sistem presidensial berbeda dengan sistem parlementer yang kekuasaan berpotensi dibagi dengan kekuasaan parlemen yang diwakili masyarakat daerah.

Apakah, penulis menghendaki perubahan sistem pemerintahan dalam tulisan ini? Tentu saja dalam tulisan ini penulis ingin mengilustrasikan kenapa terjadi kontraproduktif antara otonomi daerah dan sistem pemerintahan dan kenapa daerah mengalami pelemahan dalam sistem kekuasaan pemerintahannya dengan pemerintahan pusat.

Sistem pemerintahan yang terpusat akan cenderung menimbulkan kesenjangan yang lebar baik dalam pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah maupun dalam kehidupan masyarakat daerah dan masyarakat yang hidup di ibukota negara yang berdekatan dengan pejabat pemerintahan pusat.

Sebagai contoh, jika ada pengadaan satu kotak jarum jahit tangan untuk seluruh masyarakat Indonesia tentu dapat memperkaya seseorang kontraktor supplier yang menangani pengadaan jarum tersebut bagi seluruh rakyat yang berjumlah hampir 300 juta jiwa. Karena pengadaan jarum itu secara terpusat di kementerian.

Baca Juga :

Diduga Keracunan Gas PT. Medco, Warga Dilarikan ke Rumah Sakit

Tetapi jika desentralisasi terjadi maka pengadaan jarum tersebut dapat memperkaya minimal sejumlah provinsi di Indonesia. Karena pengadaan jarum tersebut dilakukan dimasing-masing provinsi. Minimal 34 orang akan menjadi kaya karena satu orang kontraktor supplier disetiap provinsi akan menjadi pelaksana dan memperoleh untung dalam pengadaan tersebut. Begitulah ilustrasi bahwa otonomi daerah atau desentralisasi dapat meminimalisir kesenjangan pendapatan masyarakat daerah.

Oleh karena itu masyarakat daerah yang normal cenderung memperkuat desentralisme dan mereka di pusat meskipun pejabat yang berasal dari daerah cenderung memperkuat sentralisme karena masyarakat daerah akan berorientasi pada kekuasaannya.

Jadi jika selama ini masyarakat daerah menganggap kekuasaan sentralistik sebagai keinginan warga masyarakat bersuku bangsa jawa, menurut penulis sungguh tidak selamanya hal ini beralasan kuat. Tetapi yang menjajah masyarakat daerah dengan sistem sentralistik itu sebenarnya lebih cenderung oleh masyarakat daerah sendiri karena mereka ingin kekuasaan terpusat kepadanya.

Dengan demikian antara ambisi politik dan kepentingan daerah yang desentralistik terjadi kontradiktif yang parah dalam sistem bernegara sebagaimana negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu jangan pernah menyalahkan suku bangsa Jawa dalam sistem pemerintahan yang sentralistik di Indonesia, meski sedikit banyaknya mereka ikut menikmati juga.

Lalu, siapa yang disalahkan? Yang lebih terarah kita salahkan adalah mereka para pejabat yang bertugas di pusat yang kita pilih dari daerah kita masing-masing. Kenapa? Mereka tidak mampu mengalahkan ambisi politik pribadinya dengan kepentingan pemberdayaan rakyat daerah.

Karena apa? tentu karena kemampuan dan pemikirannya yang lemah dan mereka kurang paham berpolitik sebagai negarawan tetapi mentalitas mereka masih sebatas politisi yang mengutamakan popularitas seperti pelakon atau sebagaimana bintang film. Dalam politik mereka disebut demagog bukan politisi bermental negawan.

Lalu, siapa yang bisa diandalkan agar desentralisasi daerah yang telah diperjuangkan dimasa lalu oleh masyarakat daerah dapat bertahan?

Tidak lain adalah :

Pertama, Kemandirian pemimpin partai politik di daerah dan sistem politik partai yang manajemen internalnya berlaku sistem demokrasi yang benar dan terbuka.

Kedua, Mereka kader partai politik atau anggota parlemen yang memiliki ilmu pengetahuan politik tentang bernegara yang baik, terutama mereka yang bermental demokratis, memahami kedudukan rakyat dalam elemen negara sebagai elemen utama.

Baca Juga:

Kantongi Izin, Dua Kapal Perang Perancis Bersandar di Sabang Sedangkan Pesawat Tempur Lintasi Natuna Masih Diselidiki

Ketiga, Guru atau dosen fungsional yang belajar dan mengajar ilmu politik yang berpengaruh dan mandiri bukan mereka yang berkatagori mengejar jabatan pemerintahan.

Keempat, Pengusaha daerah yang mandiri tidak bergantung dengan pemerintah yang berpikir untuk mengawal harga diri masyarakat daerahnya dan membiayai politik yang mengarah pada penguatan politik daerahnya.

Kelima, Masyarakat profesi yang berorientasi skill yang tidak bekerja dan bergantung pada pemerintah, mereka cenderung tidak mengharapkan kebijakan pemerintah kepadanya. Karena mereka bisa hidup dengan skillnya dalam kondisi apapun dan di negara apapun jua.

Pada masyarakat biasa hal ini dianggap tidak penting, dalam menempatkan kedudukan orang dalam jabatan pimpinan partai politik, bahkan mereka menganggap sama saja ketua daerah ditunjuk oleh dewan pimpinan pusat dengan dipilih oleh kader di daerah secara langsung.

Padahal perbedaan keduanya bagai langit dan bumi antara peranan mereka. Mereka yang ditunjuk oleh pimpinan pusat akan berlaku semena-mena terhadap kader dan masyarakat daerah karena kedudukannya hanya dipertanggung jawabkan keatas bukan kebawah. Apa yang terjadi selanjutnya? Semua kader partai politik di daerah akan mencari nama baik pada pimpinan pusat bahkan mereka yang mentalitas demagog tidak segan-segan menjilat pimpinan pusat partai politik untuk mendapatkan kedudukannya.

Dampak politik terhadap masyarakat daerah bagaimana?
Masyarakat daerah melihat pemerintah dengan melihat pemerintah pusat. Mereka menjadi cenderung berorientasi pada pemerintah pusat. Mereka juga tidak menghargai pemerintahan di provinsi dan kabupaten/kota apalagi kecamatan dan desa.

Selanjutnya? Mereka akan mencurigai pemerintahan ditingkat bawah sebagai pemotong atau pesunat bantuan kepada rakyat. Karena bantuan dan fasilitas negara adalah bahagian dari tanggung jawab dan kewenangan pejabat diatas atau pejabat pusat.

Berikutnya apa yang terjadi terhadap pemerintah daerah? Mereka menjadi penanggung jawab yang safety player dan senantiasa menyalahkan kebijakan pusat. Mereka akan cenderung bersembunyi dibalik perannya yang terbatas sehingga sama sekali mereka kurang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat di wilayahnya.

Lalu, kenapa penulis mengatakan bahwa desentralisasi hanya dapat dipertahankan bila sistem kepemimpinan partai politik yang demokratis?

Jawabannya sebagai berikut :

Pertama, Kebijakan daerah dipengaruhi secara total oleh fungsi ajaran pimpinan pusat partai politik karena pembuat kebijakan daerah adalah bupati, gubernur dan anggota DPR Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dipilih oleh rakyat dari kontestan partai politik. Sementara kontestan kepala daerah dari perseorangan sangat terbatas.

Kedua, Pimpinan pusat partai politik membuat kebijakan kepada segenap kadernya untuk mengikuti keputusan dan kebijakan pimpinan pusat melalui pimpinan wilayah dan daerah yang ditunjuk. Sehingga tidak ada kader yang eksekutif dan legislatif yang berani melawan kebijakan pimpinan pusat. Jika berlawanan maka mereka akan diganti dalam jabatannya dan dipecat sebagai anggota parlemen. Oleh karena itu pimpinan daerah tidak bisa membuat peraturan sebagaimana qanun atau Undang-Undang sebagaimana di negara bagian pada sistem kekuasaan dalam bentuk negara federasi.

Ketiga, Para kader partai politik yang diparlemen daerah hanya tunduk kepada pimpinan pusat partai politik daripada kepada kepentingan daeranya, dan sedikit mereka yang berpihak kepada masyarakat daerah. Karena keberadaan mereka jika pimpinan pusat memberi kesempatan kepada mereka untuk menjadi calon anggota legislatif maupun eksekutif.

Keempat, Jika daerah mengharapkan perannya untuk penguatan struktur masyarakat daerah maka mereka harus meminta izin tertulis kepada pimpinan pusatnya melalui ketua daerah yang ditunjuk tersebut.

Baca Juga:

Dua Kapal Perang Perancis Bersandar di Sabang

Kelima, Masyarakat daerah tidak akan memperoleh kedaulatannya karena penyelenggara pemilupun merupakan kader partai politik dan pelengkapnya adalah aparatur pusat. Suara masyarakat dengan mudah dimanipulasi dalam konspirasi politik partai. Sehingga suara pemilih hanya formalistik untuk mengatakan bahwa adanya pemilu di daerah-daerah.

Dengan kondisi politik dan sistem kepemimpinan yang sentarlistik maka masyarakat tidak ubahnya hanya terposisikan sebagai obyek yang dapat diadu domba, dilemahkan oleh kekuasaan politik pusat karena semua keputusan politik partai politik berada ditangan pimpinan pusat. Karena itulah desentralisasi masyarakat daerah bohong jika sistem kepemimpinan partai politik juga sentralistik.

Lalu, bagaimana jika daerah ingin berlaku desentralisasi sebagaimana masa awalnya reformasi?

Jawabnya adalah, rakyat di daerah-daerah menuntut kembali agar sistem kepemimpinan partai politik terlebih dahulu di desentralisasikan. Bagaimana memantaunya?

Pemilihan ketua partai di setiap daerah harus merupakan hasil musyawarah terbuka anggota partai politik di daerah yang bersangkutan dan tidak terjadi intervensi oleh pimpinan pusat. Jika terjadi intervensi pimpinan pusat maka dianggap sebagai tabu atau aib dalam demokrasi. Maka demokrasi adalah alat bagi masyarakat daerah agar dihargai hak-hak politiknya oleh pimpinan pusat sekaligus pemerintah pusat.

Jika tidak terjadi desentralisasi atau otonom pada partai politik di daerah maka non sen atau berhentilah berharap desentralisasi pada daerah anda dan bersiaplah untuk kembali kemasa lalu.

Salam

Penulis adalah Ketua Umum Partai Politik Lokal GRAM

Komentar