Nanggroe.net, Lhokseumawe | Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada media kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno.
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5.000 tahun lalu. Banyak orang dari Sumeria (Irak) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda. Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan media, kegiatan menulis juga ikut berkembang pesat di dunia. Melalui media elektronik, setiap orang dapat memperoleh bahan penulisan dari internet; sehingga penulis lebih efisien waktu, biaya, dan tenaga. Saat ini penulis juga bisa berbagi semua tulisannya di manapun ia berada dengan menggunakan teknologi berbasis internet. Begitu juga dengan para pembaca, akan lebih mudah untuk melihat tulisan-tulisan penulis yang digemarinya.
Baca Juga : Cinta Kepada Nabi Muhammad SAW
Mengapa aku menulis? Itu menjadi pertanyaan bagi seorang penulis yang sering timbul di kepala. Bagi saya menulis adalah suatu hasil imajinasi yang di dalam pikiran kita yang kita tuangkan kedalam bentuk tulisan.. Ada banyak alasan mengapa aku menulis, namun di sini aku akan mernagkumnya. Berikut beberapa alasan aku menulis.
Menulis menjadi suatu hal yang menyenangkan untukku. Bagiku menulis adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan yang terkadang sulit untuk diutarakan melalui ucapan. Tatkala lisan bungkam namun hati dan pikiran riuh mengatakan banyak hal, lega rasanya saat aku mampu berbicara melalui tulisan. Entah itu dengan membuka buku harian lalu menggoreskan tinta pena di atasnya, atau hanya sekadar mengetik beberapa kalimat dalam catatan yang berada di ponsel maupun komputerku. Apa yang tertulis di sana berhasil menerjemahkan perasaan yang tak mampu kusuarakan.
Setiap orang memiliki alasan beragam tentang alasan mengapa dirinya harus atau ingin menulis. Dan aku? Entahlah. Aku mulai tertarik pada dunia tulis-menulis sejak aku mengenal WattPad. Tak bermaksud untuk promosi, tapi benar nyatanya bahwa aku mulai jatuh hati dengan menulis sejak aku banyak membaca cerita-cerita yang tersedia di aplikasi tersebut. Aku menulis karena aku membaca. Menurutku, siapa yang gemar membaca tentu dengan sendirinya ia mampu menulis. Sejatinya semua orang bisa menulis, namun terkadang ada yang bingung untuk merangkai kata-katanya. Karena membaca kita terlatih dan terbiasa dengan bagaimana pola kalimat tersusun. Karena membaca kita mengetahui isi yang hendak disampaikan oleh si penulis, karena itu jika sudah paham kita pun akan mampu menyampaikannya kembali, yaitu dengan menulis salah satunya. Membacalah untuk mendapatkan, menulislah untuk memberikan.
Selain itu, alasanku menulis adalah kamu. Seseorang yang selalu menjadi inspirasiku dalam menulis. Setiap kali aku merindukanmu, aku menulis. Entah mengapa ketika aku mengingatmu jemari ini menjadi begitu lincah bermain di atas papan tik. Segalanya tertuang begitu saja menjadikan huruf-huruf yang terpisah di sana bersatu membentuk kesatuan yang kusebut kenangan –kenangan dalam tulisan–.
Aku pun menyadari bahwa dengan menulis maka kita abadi. Maksudnya, kelak saat kita tak ada lagi di dunia ini, keberadaan kita akan tetap nyata selama apa yang pernah kita tulis masih ada. Menulislah, maka kita akan abadi selamanya. Menulislah, maka kita akan tetap ada sekalipun hidup telah tiada. Ini bukti nyata bahwa permainan kosa kata pernah memberi makna dan bersahabat dengan jutaan hati manusia.
Baca Juga : Wabup Fauzi Yusuf, Lantik Pimpinan Perdana RSUD Pratama Aceh Utara
Dan lagi perihal kamu. Mencintaimu adalah anugerah terhebat yang Tuhan berikan padaku. Walau aku yang tak pernah berani bersua di hadapanmu, tak pernah berani menatap mata indahmu. Walau begitu, aku tetap mencintaimu. Maafkan aku yang hanya mampu bertumpu pada coretan-coretan yang bahkan tak berani kuperlihatkan padamu. Seperti itulah aku, begitu nyaman bersembunyi di balik bait-bait puisi yang mungkin terdengar basi. Seperti itulah aku mencintaimu. Oleh sebab itu, aku menulis karena aku mencintaimu.
Aku ingin menjadi manusia yang bermanfaat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain? Setidaknya, dengan menulis aku merasa cukup bermanfaat untuk mereka. Barangkali tak sedikit dari yang membaca itu memetik ilmu dari apa yang aku tulis. Barangkali beberapa dari mereka juga terketuk hatinya kala aku menuliskan nasihat-nasihat yang sejatinya itu kutujukan untuk diriku sendiri. Atau, mungkin saja mereka juga menyukai dan terhibur hatinya oleh puisi-puisiku yang terkadang kutulis dengan penuh luka. Aku memperoleh manfaat setiap aku membaca tulisan-tulisan –milik siapapun dan dari sumber manapun–. Jadi kupikir jika aku penulisnya, aku yang akan memberikan manfaat itu.
Barangkali menulis adalah jati diriku. Jika teman-temanku begitu percaya diri ketika mereka berfoto, bernyanyi, menari, atau hal lainnya yang membuat mereka tampil di muka umum dan menjadi pusat perhatian dari ribuan pasang mata, aku tak bisa. Aku tak bisa menjadi seperti mereka. Aku, hanya bisa menulis. Menulis membuatku merasa aku menjadi diriku yang sebenarnya. Menulis adalah satu-satunya aktivitas selain mengerjakan soal fisika, yang membuatku merasa percaya diri. Karena menulis aku tak lagi merasa kalau aku tak mampu melakukan apa-apa.
Sesekali menulis menjadi alasan amarahku berhasil meredam. Tatkala aku begitu kesal, begitu marah, dan begitu ingin sekali mencaci seseorang, aku mampu menahannya. Pernah suatu kali saat di sekolah aku dibuat kesal oleh seseorang. Aku tak merespon apa pun, aku hanya diam. Karena aku tahu bahwa tidaklah baik bicara saat suasana hati sedang buruk. Setibanya di rumah, aku menulis. Bukan menuliskan cacian dan makian yang kutahan saat berada di sekolah tadi, bukan. Tapi aku menuliskan serangkaian kata yang membuat hatiku sendiri tenang. Kata-kata yang yang muncul ketika aku berpikir dan bermuhasabah diri. Karena itulah, menulis membuatku merasa lebih tenteram.
Sejatinya, setiap kata yang kutulis adalah tentang diriku. Entah itu motivasi sebagai penguat kala hati merasa lelah, atau puing-puing ingatan yang kutorehkan dalam lembaran. Kebanyakan semua itu tentang diriku. Ya, mungkin ini terkesan cukup egois. Namun dengan cara ini, dengan aku menulis, aku menjadi lebih mengenal diriku sendiri. Kalau-kalau suatu hari aku terkena amnesia, setidaknya saat aku menengok apa yang pernah kutulis, aku tidak benar-benar kehilangan ingatan itu. Terdengar agak lucu, ya? Haha . . .
Entah sejak kapan aku jatuh cinta pada dunia literasi. Mungkin sejak aku mulai gemar membaca, atau mungkin sejak aku mengenal sang pujaan hati. Namun bermula dari hal sesederhana itu, aku mulai bermimpi bahwa kelak aku akan menjadi seorang penulis yang karyanya bermanfaat untuk orang banyak. Katanya, pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar. Seperti itulah, aku ingin mendedikasikan hidupku dengan melakukan hal yang aku suka.
Penulis : Muhammad Yanis
Komentar