Menghalangi Aksi Demonstrasi Merupakan Tindakan Inkonstitusional dari Polri

Beberapa waktu yang lalu Indonesia kembali berduka, karna kembali DPR-RI tidak menggubris aspirasi dari rakyat terkait RUU kontroversial yang disahkan yaitu RUU Omnibus Law atau RUU cipta kerja Pada tanggal 5 Oktober 2020 menjadi hari penuh sejarah dan penuh dosa yang di lakukan Oleh DPR-RI karna mengesahkan RUU Omnibus Law dalam Rapat Paripurna menjadi Undang-Undang.

Jika Secara normatif DPR RI selaku representasi dari masyarakat Indonesia yang memiliki fungsi Anggaran, legislasi dan pengawasan malahan berselingkuh manja dengan Kaum Oligarki dan kaum kapitalistik

Akhirnya hal tersebut menyulut amarah Masyarakat Indonesia khususnya Kaum buruh dan Mahasiswa, dalam beberapa hari kedepan buruh akan melakukan Mogok kerja secara massal dan akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran bersama dengan mahasiswa.

Namun, nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan dengan darah dan keringat air mata pada Tahun 1998 kembali terciderai, Polri yang di dalam Konstitusi Indonesia di amanat kan sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum (Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945) malahan ingin bersikap Abuse Of Power dan Inkonstitusional dengan dikeluarkannya Surat Telegram dari Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tanggal 02/10/2020 yang intinya adalah pada poin ketujuh: Secara tegas tidak memberikan izin kegiatan baik unjuk rasa maupun izin keramaian lainnya.

Jika berbicara secara peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai Konstitusi Surat Telegram dari Kapolri ini sudah Berbenturan dengan:

  1. Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas”.
  2. “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” Pasal 28E Ayat (3) Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945
  3. Pasal 25 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM “setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat dimuka umum termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
  4. Kemudian UU No. 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

Surat Telegram dari Kapolri, Perkap, rotap dan Sprindik tidak boleh melangkahi UU, karna di dalam Azas Hukum yang di perkenalkan oleh Hans kelsen melalui Teori Stufenbau nya adalah Lex Supriori de rogat legi inferiori (Hukum Yang lebih tinggi akan mengkesampingkan Hukum yang ada di bawahnya).

Kemudian, juga di dalam Hukum Administrasi Negara Perintah Kapolri yang di tuangkan dalam Surat Telegram Kapolri merupakan Beschicking yaitu ketetapan artinya hanya berlaku untuk Internal Polri saja, tidak berlaku untuk Umum atau Publik karna dia bukan Regelling atau Peraturan.

Jadi tidak ada satu alasan yang Esensial dan Konstitusional Kapolri ingin menghalangi Masyarakat melakukan Aksi Demonstrasi, kan lagi masa Pandemi Covid-19 ? Kan Salus Populi suprema lex exto?

Perlu kita ketahui secara seksama Kapolri Jenderal Idham Azis telah mencabut maklumat nomor MAK/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19) yang dikeluarkan 19 Maret 2020 lalu.

Diketahui, maklumat tersebut memuat larangan serta imbauan kepada masyarakat di tengah pandemi virus corona.

Misalnya, larangan mengadakan kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan massa, tidak menimbun bahan pokok, hingga tidak menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan keresahan.

Pencabutan maklumat itu tertuang dalam surat telegram bernomor STR/364/VI/OPS.2./2020 tanggal 25 Juni 2020 yang ditandatangani Asisten Operasional Kapolri Irjen (Pol) Herry Rudolf Nahak.

Salus Populi Suprema lex exto ( Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum tertinggi ) Seharusnya di Aplikasikan juga dengan Melarang Pilkada serentak yang di lakukan pada akhir Tahun 2020 ini, Berbicara massa berkerumun dan tidak mengikuti Protokoler Covid-19 maka sangat banyak sudah bukti para kandidat melakukan kampanye tidak menjaga jarak,tidak memakai masker bahkan ada yang buat dangdutan lagi, inikah wajah dari Demokrasi Indonesia dan Wajah Hukum sebagai Panglima Tertinggi di Indonesia?

Kasusnya sama, bedanya satu keinginan Pemerintah, satu lagi keinginan Rakyat

Dari berbagai ulasan yang saya sampaikan di atas maka sudah jelas Masyarakat Indonesia tidak melanggar Hukum apabila mengadakan Aksi Demonstrasi yang penting tetap memakai Protokoler Covid-19 di Era New Normal dan Polri telah melangkahi UU dan melakukan tindakan inkonstitusional apabila melarang Aksi Demonstrasi Masyarakat Indonesia dalam beberapa kedepan

Penutup dari saya adalah bentuk dari Equality Before The Law (Persamaan Hak di mata Hukum) maka kami masyarakat Indonesia menunggu surat perintah melalui Telegram dari Kapolri Untuk tidak memberikan izin dilakukan nya Pilkada Serentak 2020, saya percaya Kapolri akan mengeluarkan surat perintah itu, kan Polri Semboyan nya “Bersama Rakyat”

Hasta la Victoria siempre !

Semoga Tuhan menjaga saya setelah saya membuat tulisan ilmiah ini

Oleh : Muhammad Fadli
Mahasiswa Hukum Tatanegara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.

Isi tulisan ini milik dan tanggungjawab penulis

Komentar