Kualitas, Bukan Pencitraan: Bupati Aceh Timur Tunjukkan Kepemimpinan Berbasis Kerja Nyata

ACEH TIMUR | Dalam sistem pemerintahan daerah, Bupati memegang peranan penting dalam menggerakkan roda pemerintahan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia bukan hanya simbol politik, tetapi juga nahkoda yang menentukan arah pembangunan, pelayanan publik, dan tata kelola daerah.

Maka, ketika ada yang menilai langkah Bupati Aceh Timur melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke berbagai instansi sebagai “pencitraan”, rasanya komentar itu terlalu dangkal untuk menggambarkan realitas kerja seorang kepala daerah. Seperti kata pepatah, “jangan menilai buku dari sampulnya.” Mungkin, “Bro Pemerhati Kebijakan” yang melontarkan komentar itu lebih suka menonton drama Korea ketimbang membaca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang jelas mengatur kewenangan Bupati dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerahnya.

Sidak yang dilakukan Bupati Aceh Timur bukanlah pencitraan, melainkan bentuk tanggung jawab dan komitmen terhadap peningkatan kualitas birokrasi dan pelayanan publik. Apalagi, kondisi pelayanan publik di Aceh Timur selama ini masih jauh dari ideal.

Contoh sederhana: seorang bapak yang membawa anaknya dalam kondisi darurat ke IGD Puskesmas Idi Rayeuk sempat terhambat karena alasan jaringan pendaftaran belum stabil. Peristiwa itu menyayat hati dan menjadi cermin betapa bobroknya sistem birokrasi warisan sebelumnya.

Maka langkah Bupati melakukan sidak bukanlah show off, melainkan refleksi dari sensitivitas sosial dan jiwa kepemimpinan yang ingin mengubah kondisi dari dalam. Sebab, tak mungkin sebuah mobil berjalan prima bila mesinnya berkarat. Pemerintahan yang sehat harus dimulai dari perbaikan struktur dan kultur birokrasi. Inilah yang sedang dilakukan Bupati Aceh Timur dengan cara yang nyata, bukan retorika.

Sejak dilantik pada 4 Maret 2025, atau baru tujuh bulan memimpin, Bupati Aceh Timur telah menorehkan sejumlah langkah konkret. Ia tidak hanya berbicara, tapi bekerja. Ia tidak hanya hadir di media sosial, tapi turun langsung ke lapangan. Ia tidak mengejar sorotan kamera, melainkan fokus pada perubahan nyata demi mewujudkan Aceh Timur yang Islami, Maju, dan Berkeadilan.

Lihat saja kebijakan-kebijakan kecil yang berdampak besar. Ia memangkas anggaran mobil dinas untuk membangun jembatan di Desa Alue Mirah, Kecamatan Pante Bidari. Ia memperbaiki infrastruktur jalan di berbagai kawasan, mulai dari pengaspalan Jalan Desa Panton Rayeuk M di Kecamatan Banda Alam, hingga pembangunan jalan di Blang Siguci, Idi Rayeuk. Ia juga membangun jembatan penghubung antara Desa Seuneubok Aceh dan Bale Buya di Peureulak Kota sebuah langkah nyata yang menyatukan wilayah dan masyarakat.

Di sektor pelayanan publik, ia menyalurkan satu unit ambulans bagi warga pedalaman Serbajadi-Lokop yang selama ini kesulitan mengakses layanan kesehatan. Ia juga menggagas pembukaan cabang pelayanan Disdukcapil di wilayah barat dan timur Aceh Timur untuk mempermudah pengurusan administrasi kependudukan masyarakat. Bahkan di bidang olahraga, ia mendorong pembangunan stadion mini di tiga wilayah: Pante Bidari, Idi Rayeuk, dan Peureulak sebagai ruang tumbuh bagi generasi muda Aceh Timur.

Langkah-langkah ini bukan sekadar proyek pembangunan fisik, tetapi wujud komitmen pemerataan pembangunan dan keadilan sosial. Bupati Aceh Timur tidak bekerja untuk kelompok tertentu atau daerah tertentu. Ia memimpin untuk semua dari Pante Bidari hingga Birem Bayeun. Integritasnya melampaui kepentingan politik sempit.

Bro Pemerhati Kebijakan perlu tahu, tidak ada dalam sejarah baik Mahabharata maupun sejarah dunia bahwa perubahan besar terjadi hanya dalam tujuh bulan. Tak ada, bro! Seperti pepatah bijak mengatakan, “Air setetes tidak membentuk sungai, tapi dari tetes-tetes itu lahir lautan.” Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil namun konsisten.

Maka, mari kita beri ruang dan waktu bagi Bupati Aceh Timur untuk terus membuktikan kinerjanya. Kritik itu penting, tapi harus objektif, bukan karena rasa kecewa pasca Pilkada. Kalau kalah, ya kalah. Jangan marah-marah, apalagi menjelma menjadi oposisi yang tidak berkualitas. Aceh Timur tidak butuh pengamat yang nyinyir, tapi butuh anak muda yang ikut berkontribusi membangun.

Kita semua ingin melihat Aceh Timur bangkit, maju, dan sejahtera. Maka dukunglah kerja nyata, bukan hanya mencari-cari celah kesalahan. Seperti kata pepatah Melayu, “Gajah berjuang di hutan, kancil jangan hanya menonton di ladang.” Mari bersama menapaki jalan perubahan, karena pembangunan tidak lahir dari komentar, tapi dari kerja keras dan niat tulus.

Oleh: Eri Ezi, Ketua Arah Pemuda Aceh (ARPA)

Komentar

News Feed