Kemarin tepat di hari peringatan Hardiknas 2 Mei 2020 yang seharusnya kita sebagai insan pendidikan bersuka cita atas penghargaan dan berbagai ucapan selamat yang dilayangkan oleh berbagai pihak dalam rangka memperingati hari pendidikan nasional namun dipaksa mengurut dada setalah beredarnya isu rivalitas antar akademisi di instansi pendidikan yang ada di Aceh.
Padahal salah satu esensi yang membuat kita harus mengakui pendidikan itu penting adalah tujuan pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan manusia. Secara sekilas mungkin orang melihat bahwa diksi memanusiakan manusia itu adalah sebuah istilah yang aneh, betapa tidak di sana manusia harus di manusiakan lagi, padahal sesungguhnya justru di situ esensi terbesar dan paling mendasar dari pendidikan itu sendiri, yaitu memastikan hayawanun nathiq yang merupakan gelar lain dari manusia bisa benar-benar berbeda dari hayawan-hayawan jenis lainnya yang juga diciptakan Tuhan di muka bumi dalam berupa-rupa jenis dan bentuknya.
Ya memanusiakan manusia adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja dengan berbagai pengorbanan yang dibutuhkannya untuk memastikan bahwa manusia benar-benar beda dari sekedar hewan biasa, yaitu manusia yang mampu berfikir cerdas, berfikir bijak, berfikir merdeka, berbuat adil, berbuat kebaikan sehingga pada akhirnya menjadi sebaik-baik manusia yaitu menjadi Insan yang bermanfa’at bagi orang lain, baik kehadiran secara fisik bahkan sejak di alam fikirannya harus sudah bermanfaat bagi orang lain, sehingga ia benar-benar terasa berbeda dari hayawan pada umumnya yang memang ditakdirkan Tuhan untuk senantiasa mengikuti hawa nafsunya.
Syahdan tanpa teralu panjang lebar mengupas tentang hal itu, tapatnya di 2 mei selinting kabar tak sedap justru terhembus dari salah satu “kerajaan” pendidikan terbesar di Aceh (baca: istitusi bukan dalam makna kerajaan dalam sifatnya yang sewenang-wenang dan sesuka-sukanya raja dalam memberikan titah). Iya, kabar itu perihal kegagalan salah satu Kader terbaik Kampus Biru yang bernama UIN AR-RANIRY yang notabenenya merupakan kampus berlabel Islam terbesar di Aceh. Kabar yang berdar menyebutkan bahwa Prof Syahrizal Abbas “terjegal” dalam tahapan seleksi Calon kanwil kemenag Aceh yang disinyalir sarat aroma “qu’is” yang sebahagian pihak mengait-ngaikannya dengan kelanjutan Rivalitas antar sesama akademisi di kampus tersebut.
Saya sendiri tidak mau menduga-duga terkait motif dari keluarnya surat keramat penanda tamatnya Riwayat sang Professor dalam kontestasi Calon Kanwil Kemenag Aceh tersebut. Menurut penilaian saya terlepas benar atau tidaknya tindakan sang rektor, terlepas apapun motif yang melatarinya toh publik pasti punya persepsi sendiri, sulit memaksakan publik untuk semua bersepakat bahwa tindakan itu adalah tindakan yang biasa saja, normal tanpa adanya kepentingan politik apapun, tidak ada dendam atau rivalitas apapun di sana, demikian juga sebaliknya tidak semua orang percaya dengan issu rivalitas yang “mungkin” sengaja dihembuskan oleh fihak yang terkesan anti rektor itu benar adanya.
Yang pasti menurut saya sassus (isu) yang beredar tepat di hari diperingatinya hari pendidikan nasional telah mengurangi kekhidmatan peringatan tersebut yang memang sudah tak sekhidmat tahun-tahun sebelumnya karena dihantam pandemi covid19. Secara lebih spesifik issu miring itu tentunya akan berdampak secara langsung kepada kampus tempat Akdemisi itu bernaung. Citra kampus UIN sebagai salah satu kampus terbesar di Aceh yang bahkan menggunakan label Islam akan ikut tercoreng dengan berdarnya issu tersebut.
Tak dapat dipungkiri bahwa sebagian pihak memang sudah dari dulu melihat kampus biru itu sarat masalah, citranya sudah tercoreng, hal ini sudah sangat sering menjadi konsumsi publik misalnya soal pertarungan (rivalitas) perebutan jabatan rektor yang “hampir” saja berujung di KPK setelah dua calon rektor yang bersaing kala itu namanya terseret dalam kasus jual beli jabatan di kemenag yang melibatkan Romahurmuzy mantan ketua Partai Persatuan Pembangunan, belum lagi setelah prosesi itu berlangsung publik kembali disuguhkan sebuah jamuan yang sangat “memalukan” dalam kolom opini serambi yang sangat terang menderang seakan dengan begitu bangga dan bergairah memamerkan bahwa rivalitas tidak sehat di kampus itu memang benar adanya, kala itu salah satu Dosen di kampus itu menulis opini ” TUMBANGNYA POHON BESAR DI UIN AR-RANIRY” yang disinyalir sebagai bentuk pelampiasan atas berbagai kequ’isan yang memang sudah cukup akut menggerogoti kampus Islam itu sejak lama.
Nah hal ini tentunya sangat kontraproduktif dengan label Islam dan hakikat kampus itu sebagai Institusi tempat memanusiakan manusia. Idealnya UIN sebagai tempat diproduksinya manusia yang kemudian dilaqabkan dengan berbagai gelar mulia dan membanggakan bisa memberikan contoh yang baik, bisa menjadi prototipe bagaimana manusia itu dimanusiakan dan benar-benar menjadi manusia terbaik, manusia pilihan, manusia teladan layaknya yang katakan oleh Rasulullah sebagain Insan terbaik yang saling support, saling berbagi, saling memuliakan, saling memyelamatkan, bukan malah sebaliknya saling menghancurkan, saling jegal dan saling membinasakan.
Di tengah perkembangan dunia yang memang terlihat semakin jauh meninggalkan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Agama lslam melalui dakwah Rasulullah dan sahabatnya, kita sebagai akademisi di kampus Islam sebarusnya jadi penerang, jadi pembeda, jadi pelopor untuk membuktikan dan mengkampanyekan bahwa insan yang seharusnya ada dan mendominasi (mewarnai bukan menggagahi) di muka bumi ini adalah insan-insan yang saling memuliakan, saling menyelamatkan dan saling membantu antar satu dengan yang lainnya, yang bisa mengedapankan akal fikiran luhur dan mengenyampingkan hawa nafsu hayawaniyyah yang tercela yang ingin saling menggagahi, menyakiti, mendominasi dan menghacurkan.
Akhirnya saya berharap bahwa momentum hari pendidikan nasional yang diperingati setiap 2 mei di setiap tahunnya bisa menjadi alarm yang mengingatkan kita untuk mengevaluasi diri sudah sejauh mana kita sebagai insan pendidikan telah mampu mencitrakan diri sebagai manusia pilihan, manusia idaman, manusia teladan layaknya manusia sempurna yang dicita-citakan Rasulullah dengan akhak mulia yang telah ditunjukkannya sepanjang hayatnya, sebagiamana tujuan awal Rasul itu diutuskan yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia agar terlepas dari kebinatangan (hewan) yang selalu saja mengedepankan hawa nafsu dalam setiap tindakannya, sehingga ucapan selamat hari pendidikan nasional itu benar-benar terasa lebih berarti dan bermakna bagi kita semuanya.
Wallahu a’lam bisshawab.
Oleh: Muhammad Ramadhan – Alumni UIN Ar-Raniry
Komentar