Nanggroe.net | Pangan tetap menjadi masalah penting yang setiap saat bisa menjadi ancaman bagi negara-negara di dunia. Salah satu diantaranya Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang beriklim tropis dengan kekayaan sumberdaya hayati (flora dan fauna) yang melimpah, kondisi ini terasa sangat sulit. Sungguh suatu tamparan yang sangat menyedihkan. Bagaimana mungkin negeri se-subur Indonesia bisa diancam busung lapar? Dan masuk diantara 35 negara yang terancam kelaparan serius.
Tahun 2011 dibuka dengan gejolak harga-harga pangan yang beranjak naik. Tak ada pilihan lain bagi pemerintah kecuali membuka ruang bagi bagi masuknya produk-produk pangan dari luar negeri. Ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga. Karena inflasi bergerak terus yang dipicu oleh naiknya beberapa komoditas pangan strategis.
Beberapa analisis menyebutkan bahwa penyebab masalah pangan ini dipicu oleh beberapa faktor seperti; (1) pergerakan jumlah penduduk yang tidak terkontrol, (2) penyusutan lahan yang disebabkan oleh alih fungsi, (3) pemamfaatan pangan (jagung) untuk peternakan, dan (4) perubahan iklim yang sangat drastis.
Guna menghadapi ancaman pangan serius ini, Pemerintah melalui Departemen Pertanian membentuk sebuah tim krisis senter yang terdiri dari Departemen Pertanian dan unsur-unsur civil society. Tim tersebut akan melakukan kajian dan pemetaan terkait dengan masalah-masalah pangan.
Dalam situasi seperti ini, nampaknya kita harus belajar banyak mengelola pangan nasional pada semut. Kenapa semut? Karena pada semut sesungguhnya tercermin bagaimana sebuah masyarakat dibangun. Ada banyak sekali pelajaran yang bisa diambil hikmahnya dari masyarakat semut ini. Katakanlah sistem sosial, komunikasi, dan tentu sistem pangan yang dikembangkan oleh serangga enam kaki ini.
Dalam catatan Harun Yahya, seorang intelektual muslim kelahiran Turki, semut bekerja secara sistematis dalam menyelesaikan masalah pangan. Semut pekerja tua ditugaskan sebagai penjelajah yang menyurvei tanah di sekitar sarang untuk mendapatkan sumber makanan bagi koloni yang populasi-nya mencapai ratusan ribu (bahkan terkadang jutaan). Ketika para pen-jelajah menemukan sumber makanan, mereka mengumpulkan teman-teman sesarang di sekitar makanan. Jumlah semut yang berkumpul bergantung pada besar dan kualitas sumber pangan ini. Semut menye-lesaikan masalah makanan dengan jaringan komunikasi yang sangat kuat dan juga dengan kemurahan hati mereka; semut tidak pernah berkata “Hanya aku”.
Apa pelajaran penting dari bangsa semut diatas ?
Pertama, untuk menyelesaikan problem pangan harus dilakukan secara sistematik/terintegrasi. Semua pemangku kepentingan harus terlibat memikirkan rancang bangun pangan nasional. Momentum perubahan UU No. 07 Tahun 1996 tentang pangan harus direspon secara serius oleh masyarakat. Negara harus mengalokasikan anggaran progressif bagi pangan.
Kedua, masyarakat semut memiliki etos kerja yang sangat kuat. Tidak hanya etos kerja yang dimiliki, tetapi juga kebersamaan. Lihatlah bagaimana mereka bergotong royon mengangkat makananan yang besar secara bersama-sama. Satu iringan dan satu komando. Hierarki kebijakan pangan harus terimplementasi mulai dari pusat hingga daerah. Di titik ini, pemerintah pusat harus bisa memastikan bahwa rencana kebijakan pangan dapat terimplementasi dengan baik dan benar. Harus sinergi pusat, daerah dan masyarakat. Salah satu kelemahan kita (di Indonesia) adalah ego sektoral. Ini masalah klasik dan harus ditanggalkan jika bangsa ini mau berubah.
Ketiga, dalam suatu siklus tertentu musim dingin misalnya. Masyarakat semut ini sudah bekerja mengumpulkan cadangan makanan saat pertengahan musim panas. Demikian juga sebaliknya, menjelang musim panas, mereka sudah mulai mengumpulkan makanan pertengahan musim dingin. Siklus ini penting menjadi catatan buat kita. Mereka yang mendapat mandat (secara struktural) mengelola pangan di Indonesia harus mampu membaca tanda-tanda alam. Sebab secara kuantitas pangan, saya kira di Indonesia ini tidak kuranglah. Masalahnya kita tidak mampu mengelola sumberdaya pangan yang tersedia.
Belajar Dari Semut …..
Dalam tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman mengenai inspirasi yang muncul ketika mengamati kegiatan suatu koloni semut. Koloni semut memiliki banyak anggota. Konon koloni semut di Afrika Selatan bisa beranggotakan 700 ribu semut.
Dalam koloni, ada aneka ragam jenis anggota. Yang paling penting tentu adalah ratu yang mempunyai tugas bertelur demi kelangsungan hidup koloninya. Selanjutnya adalah semut-semut jantan yang bertugas membuahi sang ratu, diikuti oleh semut prajurit yang bertanggung-jawab atas keselamatan koloni. Mayoritas anggota koloni adalah semut-semut pekerja yang bertugas untuk memelihara operasional internal koloni, misalnya membersihkan sampah, menjaga telur, mengumpulkan makanan, dan lain sebagainya.
Semut adalah serangga yang sederhana. Hidupnya hanya mengikuti naluri, alternatif keputusannya hanya dua: ya versus tidak, ini versus itu. Seekor semut adalah makhluk yang bodoh dan tak berdaya. Sebagai koloni, ceritanya lain. Banyak koloni semut yang usianya lebih dari satu abad. Semut-semutnya boleh berganti, koloninya tetap bertahan, bahkan membesar.
Gabungan makhluk sederhana itu bisa bertahan lebih dari seratus tahun menghadapi perubahan lingkungan. Bahkan mengalami perubahan genetis atau berevolusi sebagai respons strategis terhadap tekanan lingkungan yang berat dalam waktu panjang.
Apa yang bisa dipelajari oleh manusia?
Kalau dianalogikan dengan manusia, yang terjadi adalah kebalikannya. Kebanyakan manusia secara individu itu cerdas, luwes dan luar biasa kreatif. Setelah berkumpul dalam suatu koloni, misalnya perusahaan, ternyata perusahaannya tidak pintar, tidak adaptif, apalagi kreatif! Hal itu disebabkan pendekatan yang digunakan koloni semut dan perusahaan manusia berbeda.
Di perusahaan, manusia yang cerdas, luwes dan kreatif itu berusaha keras meningkatkan keseragaman agar pengelolaannya lebih mudah dan membangun obsesi pada kesempurnaan. Di koloni semut-semut yang bodoh itu, keacakan (randomness) dibiarkan dan dihadapi, ketidaksempurnaan diperbolehkan.
Secara kolektif harusnya kumpulan manusia cerdas, luwes dan kreatif bisa membangun organisasi super yang kehadirannya memberi manfaat, tidak saja bagi pasarnya, namun bagi seluruh pemangku kepentingan. Terutama bangsa dan negara kita.
Manusia perlu menjadi anggota atau pemimpin organisasi yang siap menghadapi keacakan dan belajar dari ketidaksempurnaan. Hanya dengan kesediaan menjadi bagian penting dari kelompok dan selalu siap menghadapi perubahan, manusia-manusia dalam perusahaan dapat menghasilkan inovasi yang menjamin keberlangsungan hidup perusahaannya.
Prinsip dan Kerja Sama Yang Dibangun Oleh Semut
Banyak orang menganalogikan penderitaan atau rasa sakit hati dengan semut. “Kalau diinjak terus, semut pun bisa menggigit”. Gigitan semut mungkin saja tak separah gigitan ular berbisa, tetapi cukup membuat kita kesakitan. Di balik badannya yang kecil, semut memiliki kekuatan dan kecerdasan yang hebat. Ia bisa mengangkat beban melebihi berat tubuhnya sendiri, bisa bekerja sama dan berbagi secara intens dengan sesamanya, tanpa merasa kekurangan. Sebuah pembelajaran prinsipil dan filosofis dari makhluk yang mungkin sering kita abaikan keberadaannya.
Dalam dongeng binatang, semut selalu bisa mengalahkan gajah yang ukuran tubuhnya beratus kali lipat besar tubuhnya. Ini menandakan adanya kekuatan psikis yang bisa mengalahkan kekuatan fisik. Dongeng bukan sekedar dongeng, karena jika kita perhatikan dalam kehidupan nyata, kekuatan semut itu memang ada dan bisa kita rasakan. Semut mungkin bukan tipe makhluk yang manja dan pemilih. Bila dipersonifikasi, ia termasuk kelompok yang berjiwa sosial tinggi. Senantiasa berbagi sekecil apapun rezeki yang didapat, pantang menyerah dalam mencari rezeki sekalipun harus bertaruh nyawa, bersikap ramah terhadap sesama, serta selalu bekerja sama dalam mengerjakan sesuatu. Prinsip hidup yang luar biasa. Mengajarkan kita tentang pentingnya teknik survival, interaksi sosial dan strategi dalam memanage hubungan sosial.
Harus kita akui bahwa lingkungan sosial cukup berperan dalam menstimulasi tumbuhnya motivasi, self determination dan self reliance sebagai pengakuan dasar dalam kehidupan manusia. Dalam mencapai sebuah tujuan atau kesuksesan, dukungan orang-orang terdekat serta jalinan kerja sama dengan orang-orang yang dapat dipercaya membuat jalan yang ditempuh terasa lebih ringan dan hasil yang dicapai terasa lebih nikmat. Dorongan motivasi melalui dukungan orang terdekat, biasanya lebih memantapkan langkah dalam mencapai tujuan dan menjadi obat yang cukup memulihkan di saat mengalami kegagalan. Artinya, kekuatan niat akan lebih membulatkan tekad jika dukungan sosial mengelilingi kita. Kerja sama yang dibangun merupakan cara yang cukup efektif untuk lebih mendekatkan diri kepada tujuan yang akan dicapai.
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (HR.Buchary, Muslim)
Ditulis Oleh : Andi Tarlis, SE.,MM
Komentar