Nanggroe.net, Lhokseumawe | Aktivis Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) Kota Lhokseumawe Dedi Ismatullah mengatakan, Walikota Lhokseumawe Suadi Yahya, jangan mencari kambing hitam atas kegagalan menyelesaikan pasar impres Kota Lhokseumawe.
Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Walikota Lhokseumawe terkait aksi mahasiswa pada 16 September 2019 lalu yang melakukan demontrasi ditunggangi oleh seseorang yang disebutnya ‘Sofyan Hitam’.
Itu disampaikan Walikota Lhokseumawe dalam rapat koordinasi Forkompinda Kota Lhokseumawe pada Rabu 8 Juli 2020.
Baca Juga : Diamankan Saat Gelar Aksi, LMND Banda Aceh : Pembungkaman Gerakan Mahasiswa
“Walikota Lhokseumawe jangan cari kambing hitam itu aksi demo murni untuk menyampaikan keluhan masyarakat terkait penggusuran lapak pedagang karena tidak ada surat pemberitahuan,” tegasnya kepada Nanggroe.net Rabu (8/7).
Lanjutnya, penggusuran yang telah terjadi di pasar Impres tidak didahului dengan surat pemberitahuan dan sosialisasi untuk penertiban pasar, ini jelas melanggar administrasi.
“Tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu tentang penggusuran dan relokasi tempat yang baru untuk berjualan, bagaimana bisa Walikota malah membenarkan yang dilakukannya itu tidak berprikemanusiaan,” tandasnya
Menurutnya, Pemkot Kota Lhokseumawe harus terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pihak terkait terhadap kebijakan penggusuran tersebut.
“Seharusnya Pemkot Lhokseumawe melalui Disperindagkop memberikan pemberitahuan melalui adanya penggusuran juga sosialisasi kepada pedagang tentang relokasi tempat yang baru,” tutur Dedi.
Selain itu, terkait permasalahan uang restribusi yang tidak masuk dalam kas negara, hal itu juga telah dilaporkan kepada pihak berwajib, namun hal itu belum ada tindakan apa-apa dari pihak kepolisian.
“Apa yang terjadi terhadap para pedagang di pasar impres adalah sikap premanisme dalam pemerintahan Kota Lhokseumawe oleh Walikota sendiri,” ucapnya.
Sebelumnya, kata Dedi para pedagang pun sudah mendatangi dinas terkait untuk mengeluhkan nasib mereka, tetapi tidak ada hasil hingga mereka melakukan aksi bersama mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi.
“Jadi Walikota Lhokseumawe jangan cari kambing hitam atas kegagalan menyelesaikan permasalahan lalu membenarkan penggusuran yang tidak berkeprimanusiaan,” katanya dengan tegas.
“Jangan kemudian ketika sudah mendapatkan surat dari ombudsman malah kocar-kacir mencari tumbal, Walikota mengakui saja gagal memimpin,” pungkas Aktivis Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) Kota Lhokseumawe Dedi Ismatullah .
Komentar