Simak !! Kehadiran Kesenian Tradisional Jawa Kuda Lumping di Dataran Tinggi Gayo Pada Masa Orde Baru

NANGGROE.MEDIA, BENER MERIAH | Sebuah kesenian tradisional memukau warga di Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Kesenian Kuda Lumping (Jaranan) berhasil menghibur masyarakat dan melestarikan warisan budaya bangsa.

Ribuan penonton memadati lapangan di salah satu Desa tepatnya di Desa Sukamakmur, Kecamatan Wih Pesam Kabupaten setempat pada Minggu 24 Agustus 2025 lalu, menyaksikan keindahan dan keunikan pertunjukan pagelaran Kuda Lumping yang di sajikan oleh Forum Kesenian Pasukan Seneng Jaranan Nusantara (PSJN ACEH). Tarian yang dikenal juga sebagai Jaran Kepang (Jathilan) ini menampilkan para penari yang menunggangi kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu dan di hiasi dengan aksesoris tradisional.

Kesenian ini tidak hanya sekedar hiburan, melainkan juga membawa nilai-nilai budaya dan sejarah. Menurut beberapa versi sejarah, Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan masyarakat Jawa atau latihan perang pasukan Mataram di masa lalu. Selain itu, dalam pertunjukan Kuda Lumping juga terdapat seorang tokoh seperti Singo Barong, Pentulan, Bujang Ganong, Prajurit Berkuda dan lain nya.

Sejarah masuknya kesenian tradisional Kuda Lumping di dataran tinggi Gayo

Sejarah masuknya kesenian tradisional Kuda Lumping di dataran tinggi Gayo ini sejak masa orde baru dimana masa itu masyarakat dari tanah Jawa melakukan transmigrasi ke Aceh khususnya di dataran tinggi Gayo pada tahun 1980-an yang pertama kali di daerah Jagong Jeget, Aceh Tengah, Aceh.

Awal pertunjukan Kuda Lumping ini diadakan karena suku Gayo dan Jawa sudah bergabung, dan suku Jawa sudah bergabung, kemudian suku Jawa menunjukkan kepada suku Gayo tentang ciri khas kesenian mereka.

Puncak kemeriahan terjadi saat pemain menampilkan tarian yang eksotik dan atraksi menahan daya gerak sebatang bambu. Terlihat beberapa penari bahkan mengalami kondisi kesurupan (Ndadi). Pawang yang mendampingi pertunjukan memainkan peran penting dalam menjaga kelancaran dan pemulihan jika ada pemain atau penonton yang mengalami kesurupan.

Kehadiran pawang juga memastikan semua sesaji yang dibutuhkan tersedia guna mendukung jalannya pertunjukan.

SAPON, merupakan Sesepuh (pembina) kesenian Kuda Lumping menyampaikan, bahwa pertunjukan pagelaran Kuda Lumping ini semenjak tahun 1980-an hingga saat ini di dataran tinggi Gayo berjalan dengan lancar. Menurutnya, masyarakat suku Gayo juga sangat menerima dengan kehadiran kesenian tradisional Jawa yakni Kuda Lumping.

Sementara itu, Ketua Forum PSJN Aceh, Imam Rafi mengatakan, bahwa setiap memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 80, mengadakan acara pagelaran pertunjukan kesenian Kuda Lumping guna memeriahkan HUT RI.

Dalam pagelaran ini, Imam Rafi juga menyebutkan bahwa dalam pertunjukan ini, tokoh-tokoh pemain memiliki peran masing-masing dan setiap perannya terdapat filosofi.

Selanjutnya, salah seorang penonton Sulasmi menyampaikan pagelaran Kuda Lumping ini sebagai bentuk wujud memeriahkan HUT RI ke 80.

”Pagelaran Kuda Lumping ini sebagai saranan kesenian Jawa, dan sangat menghibur masyarakat saat menyaksikan.” Ungkapnya.

Pagelaran Kuda Lumping ini tidak hanya menjadi tontonan yang menarik, melainkan upaya pelestarian budaya agar generasi muda lebih mengenal dan mencintai warisan budaya bangsa.

Komentar