Serangan Fajar “Politik Uang” Menjelang Pemilu 2024

NANGGROE.MEDIA | Serangan Fajar, itu merupakan bahasa yang seringkali kita dengar ketika berapa hari menjelang pencoblosan di pemilihan umum (Pemilu).

Di Indonesia Serangan Fajar dikenal sebagai Politik Uang atau yang juga yang bias di sebut dengan “money politic”, Praktik politik uang dalam kontestasi politik menjadi lumrah dan sudah menjadi budaya, mempengaruhi sistem politik demokrasi, dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi.

Serang Fajar tersebut dapat diartikan sebagai pemberian uang, jasa, barang atau dalam bentuk apapun itu yang bisa dikonversikan dengan nilai uang di tahun-tahun politik atau pada saat kampanye menjelang pemilu.

Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.

Namun, juga dalam bentuk lain seperti paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau bentuk fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2018.

Aturan mengenai bahan kampanye yang diperbolehkan oleh KPU dan bukan termasuk dalam serangan fajar dijelaskan secara rinci pada Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi: Bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur/leaflet, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan atau alat tulis.

Adapun pada ayat 6 yang berbunyi: Setiap bahan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp 60.000.

Sanksi Politik Uang

Pasal 515

“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak mengunakan gak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 36 juta rupiah”

UU Pemilu Pasal 523 ayat 1-3

Ayat 1 : Setiap pelaksana peserta dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat 1 huruf (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 Juta.

Ayat 2 : Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secra langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.

Ayat 3 : Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.

Undang-undang Pilkada Pasal 187 A Ayat 1-2

Ayat 1 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Ayat 2 : Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Komentar