
NANGGROE.MEDIA, ACEH TENGAH | Salah seorang santri asal dataran tinggi Gayo, Takengon, Aceh Tengah menimba ilmu di Karachi Ibukota Sindh yang terletak di Pakistan. Santri tersebut bernama Noprizal Putra (27). Noprizal, sendari sejak kecil dirinya bercita-cita tekun mendalami ilmu agama hingga hijrah ke luar negeri.
Kini langkahnya pun terhenti lantaran kondisi kesehatan nya menurun dan keterbatasan biaya untuk kembali ke tanah air sulit. Dikabarkan, kesehatan Noprizal Putra santri asal Takengon, Aceh Tengah itu tengah memburuk. Ia juga pernah menjalani operasi usus lipat pada tahun 2017 kemudian yang kedua kalinya menjalani operasi hernia pada tahun 2020 yang lalu.
Meski sempat menjalani operasi dan telah membaik, dalam beberapa bulan terakhir ini penyakitnya kambuh kembali. Bermanuver kehidupan di negeri asing dengan kondisi serba terbatas membuat pemulihannya semakin terbatas.
Orang tua Noprizal, Susilawati, hanya bisa berserah diri kepada Tuhan yang maha esa dan selalu berusaha mencari solusi untuk Noprizal. Semenjak Susilawati merekam video permohonan dan telah beredar di medsos, perjalanan Noprizal itu menyentuh hati berbagi banyak publik. Susilawati, dalam rekaman video nya itu tampak suara bergetar memohon bantuan agar anaknya Noprizal agar segera dapat pulang ke tanah air.
Susilawati dengan mata yang berkaca-kaca menyampaikan, kami tidak sanggup membiayai kepulangannya. Apabila dia (Noprizal) pulang, bisa berobat memakai BPJS dan bisa lanjut kembali belajar, mungkin sambil mengajar untuk membantu biaya hidup.
Keluarga Noprizal pun tergolong status ekonomi sederhana, mereka berdomisili di Simpang Belgia, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh yang sebelumnya berasal dari Kampung Bintang, Kabupaten setempat. Diketahui, ibu Noprizal istri dari almarhum Busran, merupakan salah seorang korban konflik Aceh pada masa itu. Kondisi ekonomi keluarga mereka semakin sulit sejak Susilawati harus menanggung beban hidup sendirian.
Sejak kecil, Noprizal dikenal tekun dalam menimba ilmu agama. Noprizal, awal pendidikan di Raudhatul Athfal Bintang Fajar, lalu melanjutkan ke MTsN Bintang hingga lulus pada tahun 2013 lalu. Setelah itu, Noprizal berkelana menimba ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lain salah satunya di Ponpes Arul Gading, Karang Rejo (Bener Meriah), hingga sampai menapakkan kaki ke tanah Jawa, Magelang (Jawa Tengah).
Semangat Noprizal pun terus semakin besar pada tahun 2022 ia mendapatkan kesempatan berangkat ke Karachi, Ibukota Sindh, Pakistan bersama beberapa rekannya. Berbekal tekad dan bantuan dari para ustazd serta teman-temannya, Noprizal melanjutkan pendidikan agama di negara Pakistan. Untuk bertahan hidup di negeri tersebut, ia pun bekerja sebagai serabutan, mulai dari berjualan stiker hingga kalender, dan tetap menimba ilmu.
Hingga kini, kesehatan Noprizal yang tidak stabil membuat perjuangan nya kian berat. Pola makan tidak teratur dan kondisi hidup yang serba terbatas memperparah kesehatan yang dideritanya. Ia tidak lagi sanggup menutupi rasa sakit nya yang menyerang berulang kali.
Kondisi kesehatan Noprizal saat ini mendapat perhatian dari berbagai pihak. Salah satunya dari World Gayonese Community (Diaspora Gayo Dunia). Tokoh diaspora asal Gayo yang menetap di London, Yusradi Usman al-Gayoni, menyampaikan pihaknya telah berkomunikasi dengan keluarga sejak 13 Agustus 2025.
Secara terpisah, saat dikonfirmasi Nanggroe.media melalui pesan WhatsApp dari Bener Meriah – Inggris Rabu, 20 Agustus 2025, Yusradi Usman al-Gayoni, membenarkan apa yang disampaikan Susilawati melalui video yang beredar.
”Rabu, tanggal 13 Agustus 2025, Ibu Susilawati me-whatsap saya, menceritakan kondisi anaknya di Karachi, Pakistan. Melihat tekad dan perjuangan anaknya yang luar biasa, sampai ke luar negeri, di tengah keterbatasan Ibu Susilawati, patut diapresiasi, dijadikan penyemangat, dan contoh untuk maju.” jelas Yusradi saat dikonfirmasi.
Ia akan mencoba membaantu sebisanya. ”Saya kemudian menyarankan, agar Ibu Noprizal langsung ke Baitul Mal Aceh Tengah. Tanggal 14 Agustus 2025, saya juga berkomunikasi langsung dan membahas terkait Noprizal dengan Ketua Baitul Mal Aceh Tengah, Azkia Umar dan komisioner lainnya Azhar Aziz, Fakhruddin Cibro, dan Uun Fajaruna.” imbuhnya.
Yusradi menyebutkan, jika nantinya Baitul Mal Kabupaten Aceh Tengah, tidak memiliki anggaran dan tidak bisa membantu, maka melalui World Gayonese Community (Diaspora Gayo Dunia) dengan melibatkan pihak lainnya.
”IsyaAllah akan menggerakkan eteng-eteng iyak, alang tulung beret bebantu (open donasi, fund raising), seperti yang dilakukan untuk pemulangan PMI asal Gayo di Kamboja.” ujarnya.
Opsi eteng-eteng iyak dikatakan Yusradi, sejak awal sudah saya sampaikan ke Ibu Susilawati, sambil melihat perkembangan pengobatan dan kesehatan Noprizal di Pakistan dan kepastian Baitul Mal Aceh Tengah. Jika urgent, eteng-eteng iyak segera kita jalankan. Saat bersamaan, saya coba berkoordinasi dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri, di Pakistan.
”Mohon doanya, semoga pengobatan dan kepulangan Noprizal berjalan lancar,” tutup Yusradi.
Komunikasi juga dibangun dengan sejumlah pihak di Pakistan agar proses pemulangan dapat berjalan lancar. Dukungan moral pun mengalir dari masyarakat Gayo baik di dalam maupun luar negeri. Meski sakit dan jauh dari keluarga, Noprizal masih menyimpan tekad untuk tetap melanjutkan pendidikan agama setelah pulih. Ibunya, Susilawati percaya bahwa anaknya akan bangkit kembali jika mendapat perawatan yang layak di tanah air.
“Kami hanya berharap ada tangan-tangan baik yang membantu. Saya ingin anak saya pulang, bisa sehat kembali bisa terus belajar, dan mengabdi untuk agama serta masyarakat,” ucap Susilawati.
Hingga kini, keluarga masih menunggu kepastian. Apakah Baitul Mal, pemerintah daerah, atau masyarakat luas akan bergerak cepat membantu pemulangan Noprizal tersebut, waktu semakin mendesak sementara kondisi kesehatan santri asal Gayo di negeri orang kian mengkhawatirkan.
Komentar