Lima Orang Terdakwa Kasus Perdagangan Harimau Sumatera di Aceh Tengah Dituntut Hukuman Berbeda

Dok. Nanggroe.media

NANGGROE.MEDIA, ACEH TENGAH | Kejaksaan Negeri Aceh Tengah melaksanakan agenda sidang tuntutan pembacaan perkara tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada tiga hari lalu di ruang sidang Kartika, Pengadilan Negeri Takengon. Kamis 07 Agustus 2025.

Berdasarkan fakta di persidangan, para terdakwa telah melakukan tindak pidana menyimpan, memiliki, mengangkut dan atau memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (kulit harimau).

Plt. Kajari Aceh Tengah, Sayid Muhammad, SH.,MH melalui Kasi Tipidum Evan Munandar, SH.,MH serta Kasi Intelijen Hasrul, SH menjelaskan, bahwa terdakwa J beserta terdakwa R dan S awalnya memasang jerat untuk menangkap se-ekor Kijang dan Rusa, pada Selasa 11 Maret 2025 sekira pukul 15:00 WIB. Lebih kurang ada 30 unit jerat yang terdakwa J beserta R dan S memasang di kawasan perkebunan, tepatnya di daerah Kampung Gewat, Kecamatan Linge, Aceh Tengah.

Usai memasang, mereka kembali ke kediaman masing-masing dan baru kembali pada Rabu 12 Maret 2025, sekira pukul 07:00 WIB. Terdakwa J mengaku bahwa perangkap yang mereka pasang untuk mengenai Kijang dan Rusa, namun pada saat itu yang terkena jeratan yaitu harimau, satwa liar yang dilindungi dan mulai langka tersebut dan ditemukan dalam keadaan kondisi mati.

Kemudian, dikarenakan mendekati lebaran dan tidak ada uang, terdakwa J akhirnya menyarankan untuk menjual ke salah seorang berinisial M, seorang yang menampung jual beli organ satwa tersebut dan kemudian menceritakan hasil tangkapannya kepada M (penampung). Bersamaan dengan itu, terdakwa J, R dan S sepakat untuk bersama-sama menguliti harimau sumatra berjenis jantan tersebut. Usai menyepakati harga, terdakwa J yang ditemani R dan S, bertemu dengan M (penampung) di salah satu jembatan kawasan Kampung Uning Pegantungen, Kecamatan Bies, Aceh Tengah pada Rabu 12 Maret 2025 sekira pukul 21:00 WIB.

Terdakwa J dan kawan-kawan nya lalu menyerahkan karung berisi kulit beserta tulang belulang harimau kepada M (penampung). Pembeli pertama ini pun turut memberikan J uang sebesar Rp 1.000.000, uang yang diberi tersebut dibagikan J sebanyak Rp. 300.000 kepada R Rp 400.000 dan S sebanyak Rp 300.000. Kemudian terdakwa M (penampung) bersama rekannya terdakwa ST ditangkap polisi saat akan transaksi jual beli kulit beserta tulang belulang harimau tersebut. Para terdakwa ditangkap di jalan Soekarno-Hatta, Kampung Empus Talu, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah pada Jumat 14 Maret 2025 lalu.

Kemudian daripada itu, Kepala Seksi Tipidum selaku Jaksa Penuntut Umum Evan Munandar, SH.,MH membacakan tuntutan terhadap 2 berkas perkara yaitu perkara yang pertama terdakwa M (penampung) dituntut dengan pidana penjara selama 6 tahun dan terdakwa kedua S Alias Paijo pidana penjara selama 4 tahun dengan perintah para terdakwa tetap ditahan dan pidana denda sejumlah Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar digantikan dengan kurungan selama 3 bulan dan untuk berkas perkara yang kedua terdakwa 1 J , terdakwa 2 R dan terdakwa 3 S dipidana penjara masing-masing 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah para terdakwa tetap ditahan dan pidana denda sejumlah Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar digantikan dengan kurungan selama 3 bulan.

Bahwa perbuatan para terdakwa melanggar pasal 40A ayat (1) huruf e Jo pasal 21 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 32 tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana. Selanjutnya sidang ditunda pada hari Senin tanggal 11 Agustus 2025 dengan agenda pledoi dari penasehat hukum para terdakwa.

 

 

 

 

Komentar