Arsenik Rasialisme Walikota Lhokseumawe

Nanggroe.net, Lhokseumawe | Walikota Lhokseuamawe, Suadi Yahya menyindir aksi demo yang dilakukan warga serta mahasiswa pada 16 September 2019 lalu.

Menurutnya ada orang yang mempengaruhi mahasiswa yang disebut ‘Sofyan hitam’ yang disampaikan pada Rapat Koordinasi Forkompinda Kota Lhokseumawe pada Rabu 8 Juli 2020.

Menanggapi hal itu, Muhammad Fadli Mahasiswa Hukum Tatanegara, Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh mengatakan, pernyataan Walikota Lhokseumawe merupakan cerminan bagi dirinya sendiri bahwa selama ini hanya menjadi penguasa bukan sebagai pemimpin.

Baca Juga : SMUR : Walikota Lhokseumawe Jangan Cari Kambing Hitam Jika Gagal Memimpin

“Sosok pemimpin yang baik dan benar itu seharusnya bisa merangkul dan mengayomi seluruh masyarakatnya, juga bisa menerima kritikan yang konstruktif, menebarkan kedamaian dan kesopanan,” ujarnya lewat rilis yang diterima Nanggroe.net pada Jum’at (10/7).

Menurutnya, pernyataan rasialisme Walikota Lhokseumawe seperti racun arsenik yang sangat mematikan, pernyataan ini memarjinalkan orang kulit hitam, membuat mereka yang berkulit hitam merasa terasingkan dan bahkan bisa memberikan dampak psikologis yang luar biasa.

“Racun ini pernah membunuh salah satu aktivis Indonesia yaitu munir dalam penerbangannya ke Belanda untuk melanjutkan Studinya,” tuturnya.

Lanjutnya, rasialisme merupakan permasalahan semua Negara, bahkan di Amerika beberapa waktu yang lalu pernah terjadi demonstrasi besar-besaran karna perilaku rasialisme oknum kepolisian yang menyebabkan si korban rasialisme tersebut meninggal.

“Di Lhokseumawe sosok Walikota yang seharusnya bertindak sebagai pemimpin malahan dia yang melakukan rasialisme, Ini permasalahan kemanusiaan yang luar biasa, hati nurani kita terketuk melihat arogansi Walikota Lhokseumawe dalam memfitnah dan melakukan rasialisme terhadap masyarakatnya,” tandasnya.

Muhammad Fadli menambahkan, mahasiswa merupakan mitra kritis pemerintah, yang akan selalu mengingatkan kesalahan pemerintah secara non konvensional dengan langkah-langkah advokasi yang di ambil.

“Jadi mengarahkan pemikiran bahwa mahasiswa demo karna di tunggangi oknum tertentu dan mahasiswa membela orang yang salah, sosok pemimpin harus punya cakrawala berpikir yg luas, jangan ortodoks dan primitif seperti itu,” pernyataannya Fadli dengan tegas.

Maka dari itu, Muhammad Fadli memberikan pernyataan Walikota Lhokseumawe tersebut memiliki konsekuensi hukum terhadap dirinya, yaitu:

  1. Dia melakukan fitnah dengan mengatakan Mahasiswa demo karna di provokasi oleh Sofyan Hitam, ini memenuhi Delik di dalam pasal 311 KUHP
  2. Dia telah mencemarkan nama baik seseorang dengan menyatakan Sofyan hitam memprovokasi mahasiswa dan masyarakat untuk melakukan Demonstrasi dan ini memenuhi Unsur Pidana di dalam pasal 310 KUHP
  3. Kemudian dia juga mendiskreditkan masyarakat nya dengan menyebutkan Sofyan Hitam, ini telah melanggar UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan etnis.
    Dalam Pasal 4 jelas disebutkan bahwa,”Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa: a. memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau b. menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan: (1). membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain; (2). berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan katakata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain; (3). mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau (4). melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Selanjutnya, Pasal 16 disebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”

“Ketika Pelanggaran Hukum dilakukan oleh Kepala Daerah maka ini memberikan preseden yang cukup buruk bagi kepala daerah tersebut, karna seyogyanya dialah yang harus menjadi suri tauladan bagi masyarakat agar mematuhi Hukum,” pungkasnya

Dalam penuturannya, Ia mengatakan Walikota Lhokseumawe sangat distorsi ketika mengatakan mahasiswa melanggar aturan karna membela orang yang salah, sedangkan dirinya sendiri melakukan 3 pelanggaran Hukum dalam waktu yang bersamaan.

“Saya juga sangat menyayangkan ketika Dandim dan Kapolres Lhokseumawe hanya diam saja bahkan forum menertawakan tindakan Rasialisme Walikota Lhokseumawe tersebut.” cetusnya

Katanya, Walikota Lhokseumawe telah membuat disintegrasi antara pemerintah dengan masyarakat, telah membuat sekat antara dirinya dengan masyarakat, mungkin karna selama ini walikota Lhokseumawe terlalu hidup dalam hedonisme makanya bisa memberikan pernyataan seperti itu di muka umum.

“Suaidi Yahya memang kulit nya putih, namun apakah hati nya juga putih?
Atau mungkin bisa saja hati nya yang hitam?,” tanyanya

“Pak Walikota Lhokseumawe berhentilah membuat Kota Lhokseumawe dikenal karena permasalahannya, sudah saat nya di akhir periode anda membuat Lhokseumawe dikenal karna prestasi nya,” tutup Muhammad Fadli.

Komentar