NANGGROE.MEDIA, TAKENGON | Pelatihan peningkatan peran dan kapasitas Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) di Gedung Olah Seni (GOS) Takengon, Aceh Tengah, berakhir ricuh setelah ratusan peserta memprotes uang transportasi dan konsumsi yang dinilai tidak sebanding dengan dana yang dipungut dari desa. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, 20 September 2025.
Pelatihan tersebut digelar oleh Forum Reje (Kepala Desa) Aceh Tengah dengan melibatkan 220 kampung. Masing-masing desa diminta menyetor Rp 5 juta dari Dana Desa untuk mengirimkan lima orang peserta. Jika ditotal, anggaran kegiatan mencapai sekitar Rp 1,1 miliar.
Kekacauan Konsumsi
Ketua Forum Reje, Abdul Wahid, menjelaskan awalnya hanya 160 desa yang mendaftar. Namun, pada hari pelaksanaan jumlahnya bertambah menjadi 220 desa. Kondisi itu membuat panitia kewalahan dalam menyiapkan konsumsi.
“Sekitar jam 9 pagi, ada tambahan 60 desa yang baru mendaftar. Tidak mungkin kita tolak. Tapi nasi hanya dipesan untuk 160 desa, sehingga panitia kalang kabut,” ujar Wahid, Minggu (21/9).
Ia menambahkan, sebagian peserta bahkan mengambil hingga lima bungkus nasi, sehingga banyak yang tidak kebagian. Panitia kemudian terpaksa membawa peserta ke sejumlah warung di sekitar Masjid Raya Takengon dan Jalan Yos Sudarso. “Pesanan nasi yang awalnya 1.200 bungkus, akhirnya membengkak menjadi 2.500 bungkus,” katanya.
Protes Uang Transportasi
Kericuhan semakin memuncak saat pembagian uang transportasi. Menurut Wahid, panitia sejak awal hanya mengalokasikan Rp 100 ribu per peserta. Namun, karena mendapat penolakan, besaran tersebut dinaikkan menjadi Rp 200 ribu.
“Awalnya kita anggarkan Rp 100 ribu, tapi peserta protes. Lalu diminta Rp 200 ribu, kita iyakan. Bahkan desa yang belum sempat menyetor tetap kami berikan biaya transportasi, souvenir, dan sertifikat,” jelas Wahid.
Sesuai Surat Edaran Mendagri
Lebih lanjut, Wahid menegaskan bahwa pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Mendagri Nomor 300.1.4/e.1/BAK tanggal 3 September 2025 tentang pengaktifan Linmas dan pos kamling di desa-desa.
“Sesuai surat edaran, Linmas dan pos kamling harus diaktifkan. Sebelum turun ke lapangan, kita bekali dulu dengan pembinaan agar tahu tugas dan fungsi mereka di desa,” tegasnya.
Keterlibatan Pihak Ketiga
Ia juga mengakui kegiatan ini sempat dikomunikasikan dengan pemerintah daerah seminggu sebelum acara, termasuk soal sewa gedung. Selain itu, panitia melibatkan pihak ketiga dari Medan.
“Memang ada perusahaan dari Medan yang terlibat. Kita ambil keuntungan 7 persen, untuk biaya media dan pihak pendukung lain. Tapi konsumsi tetap dikelola dari daerah,” jelas Wahid.
Peserta Kecewa
Meski demikian, protes keras tetap mewarnai penutupan acara. Dalam video yang beredar di media sosial, ratusan peserta menyampaikan kekecewaan karena dana Rp 5 juta per desa tidak sebanding dengan fasilitas yang mereka terima.
“Uang segitu besar, tapi kami hanya dapat Rp 100 ribu transportasi dan konsumsi yang kacau,” kata salah satu peserta dalam rekaman yang viral.
Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak pemerintah daerah terkait kisruh pelatihan Satlinmas tersebut.
Komentar