JAKARTA, NANGGROE.MEDIA | Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap sejumlah nama tokoh teror global yang diduga menjadi inspirasi anak berkonflik hukum dalam kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara.
Ada sebanyak enam nama tokoh ditemukan tertulis pada senjata mainan milik pelaku yang disita di lokasi kejadian.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengatakan keenam nama tersebut merupakan sosok-sosok yang dikenal karena aksi kekerasan ekstrem dan penembakan massal di berbagai negara.
Baca Juga : Polda Metro Jaya Ungkap Rangkaian Bom Rakitan di SMAN 72 Jakarta Utara
“Ada hal yang cukup memprihatinkan. Dari hasil penyelidikan, kami menemukan beberapa nama figur yang menjadi inspirasi pelaku. Tercatat ada sekitar enam nama yang ditulis pada senjata mainannya,” ujar AKBP Mayndra di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Meski ditemukan indikasi ketertarikan pada tokoh-tokoh pelaku kekerasan ekstrem, AKBP Mayndra menegaskan bahwa insiden ledakan di SMAN 72 bukan termasuk kategori aksi terorisme.
“Kami pastikan, motif dan rangkaian peristiwa ini tidak termasuk tindakan terorisme. Namun demikian, ini menunjukkan adanya pengaruh ideologi kekerasan yang perlu diwaspadai bersama, khususnya di kalangan anak dan remaja,” tegasnya.
Berikut daftar enam tokoh yang disebut menjadi inspirasi pelaku:
1. Eric Harris dan Dylan Klebold, pelaku penembakan massal di Columbine High School, Amerika Serikat, tahun 1999; diketahui sebagai penganut ideologi neo-Nazi.
2. Dylann Storm Roof, pelaku penyerangan gereja di Charleston, Amerika Serikat, tahun 2015; penganut supremasi kulit putih.
3. Alexandre Bissonnette, pelaku penembakan di masjid Quebec, Kanada, tahun 2017; dikenal karena pandangan Islamofobia ekstrem.
4. Vladislav Roslyakov, pelaku penembakan massal di Politeknik Kerch, Crimea, tahun 2018.
5. Brenton Tarrant, pelaku serangan terhadap dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, tahun 2019.
6. Natalie Lynn “Samantha” Rupnow, pelaku penembakan sekolah di Madison, Amerika Serikat, tahun 2024.
AKBP Mayndra menambahkan, temuan ini menjadi peringatan bagi masyarakat dan lingkungan pendidikan untuk memperkuat pengawasan terhadap akses informasi dan konten ekstrem yang dapat memengaruhi perilaku anak-anak.
“Kita perlu bersama-sama membentengi generasi muda dari paparan ideologi kekerasan, baik melalui dunia maya maupun pergaulan sehari-hari,” pungkasnya.


Komentar