Nanggroe.media, ACEH TENGAH | Sejumlah nelayan Cangkul Padang di danau Lut Tawar, Aceh Tengah yang menamai Himpunan Aliansi Masyarakat Nelayan Serumpun (HAMAS) unjuk rasa di halaman kantor DPRK Aceh Tengah pada Jumat 16 Mei 2025 siang.
Untuk diketahui, Cangkul Padang merupakan sebuah alat tradisional yang biasa digunakan nelayan untuk mencari umpan di dasar danau yang mana digunakan untuk menangkap ikan. Cangkul Padang biasanya berada dikawasan dangkal bervegetasi.
Massa aksi unjuk rasa mulai memadati halaman kantor gedung DPRK Aceh Tengah sekitar pukul 15:00 WIB, dan mereka membawa selembaran kertas dan spanduk bertuliskan narasi tentang penolakan terhadap pembongkaran Cangkul Padang di kawasan danau Lut Tawar.
Mereka melakukan aksi itu guna menuntut pemerintah Aceh Tengah untuk tidak menutup Cangkul Padang milik nelayan dikawasan danau Lut Tawar. Kemudian mereka juga meminta kepada pemerintah daerah untuk memberikan solusi kepada nelayan yang telah terdampak mata pencahariannya jika aksi pembongkaran tersebut tetap harus dilakukan.
Dalam aksi itu, mereka juga meminta anggota DPRK untuk menemui para pendemo di halaman kantor DPRK. Setelah menunggu beberapa saat, sejumlah pimpinan dan anggota DPRK, diantaranya, Fitriana Mugie, Susilawati, Taqwa, Khairul Ahadian, dan Drs. Mursyid, M.Si Penjabat Sekretaris Daerah, akhirnya menemui para pengunjuk rasa yang telah menunggu di luar kantor DPRK Aceh Tengah.
Dihadapan pimpinan dan anggota DPRK Aceh Tengah, para masa aksi menyampaikan orasi dan meminta saat itu juga agar DPRK untuk memfasilitasi pertemuan mereka dengan Bupati dan wakil Bupati Aceh Tengah.
Namun, karena kedua pimpinan daerah itu tidak berada di Aceh Tengah, pihak DPRK Aceh Tengah tidak dapat mempertemukan mereka dan meminta perwakilan nelayan untuk masuk dan beraudiensi untuk mencarikan solusi atas tuntutan mereka.
Hamdan Dasir, juru bicara pengunjuk rasa menyampaikan rasa kekecewaannya terhadap pembongkaran Cangkul Padang tanpa adanya dialog dan pertemuan dengan para nelayan.
Mereka mengaku menghormati kebijakan pemerintah tentang pembongkaran Cangkul Padang tersebut yang dinilai merusak ekosistem danau Lut Tawar namun, pihaknya menuntut kepada pemerintah untuk dapat memberikan solusi akibat dari pembongkaran Cangkul Padang yang mengakibatkan terputusnya mata pencaharian mereka.
“Kami minta (Bupati) duduk dengan pemilik Cangkul Padang, jangan sembarang bongkar. Kami siap membongkarnya tapi musyawarah dulu,” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, Ketua DPRK Aceh Tengah, Fitriana Mugie, merespons tuntutan para nelayan dan akan memfasilitasi pertemuan para nelayan Cangkul Padang dengan Bupati Aceh Tengah dalam waktu dekat.
Fitriana Mugie juga menyampaikan komitmen bahwa Cangkul Padang dan Cangkul Dedem di Danau Lut Tawar milik nelayan tidak boleh dibongkar sebelum para nelayan bertemu langsung dengan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah.
Ia menyampaikan bahwa kami atas nama pimpinan DPRK sepakat, pemberhentian, pembongkaran dan penertiban, sampai menunggu pertemuan dengan Bupati Aceh Tengah beserta wakilnya, saat audensi berlangsung.
Kemudian, setelah proses audiensi tersebut berlangsung, para nelayan kemudian membubarkan diri dengan tertib setelah mendapatkan jaminan dari DPRK bahwa tuntutan mereka akan ditindaklanjuti.
Komentar